Catatan Pameran Bergerak oleh 12 Perupa Jakarta dan Yogyakarta di TIM Jakarta: Jas Merah, Jakarta!

Selasa 11-06-2024,10:55 WIB
Reporter : Yusuf Susilo Hartono
Editor : Heti Palestina Yunani

Di panel lain, karya Mas Pandhik berjudul Selamat Jumpa itu boleh jadi membuat plesetan atas Selamat Datang (1961) yakni patung monumen karya Edi Sunarso di Bundaran HI, warisan era Bung Karno.

Bedanya, objek wajah pada Selamat Jumpa bertopeng. Tangan kiri perempuannya membawa talawang (tameng, perisai), bukan bunga. Di bagian belakang ada lingkaran cokelat. Di dalam lubang terdapat awan berarak.

BACA JUGA: Jaranan Mataraman: Identitas Sejarah, Kearifan Lokal, dan Warisan Budaya Tak Benda Desa Sanan 

 Pilihan talawang dibawa perempuan itu bisa dipahami sebagai pilihan estetis dan simbolis bahwa IKN ada di ranah Suku Dayak. Tapi bisa beda arti ketika tameng dibaca sebagai alat menolak dan topeng sebagai alat menutupi kebenaran.

Anda sudah tahu. Banyak aktor yang terlibat di IKN. Dengan bermacam ragam warna baju politik, beragam pula bentuk hidung, mata, bibir, kuping, rambut, jidat, warna kulit, agama, bahasa, suku, dan bangsanya.

Pelukis kelahiran Surabaya yang dosen ISI Yogyakarta Alex dengan indah menggambarkan hal itu dalam Silence - Baca dan Bacalah #2 (2023). Dibuat dengan campuran gambar-lukisan pada medium aluminium berukuran 90x65 cm, banyak tanda (konstruksi mental) maupun teks yang kita kenal.

BACA JUGA: Perjuangan Perempuan di Balik Kain, Pameran Wastra Nusantara Koleksi KCBI

Bahkan telah menguasai hidup kita sehari-hari belakangan ini. Yakni Pinokio, jubah, rumah berpilar kolonial, lambang partai, boneka yang terhubung dengan mikropon dengan suara gusur, binatang-binatang, burung, dan lain-lain. Plus diksi "horor": nepotism, paradox, politics, dan legacy. Di bagian lain ada frasa revolusi mental tapi imajiner.

Semua itu dimainkan menjadi narasi kebangsaan dalam warna: merah, putih, kuning, hijau, hitam dengan cat, dan emas (medium aluminium yang digores) yang asosiatif.

Permain teknis garis-gores yang plastis, pilihan bentuk-bentuk yang akrab dengan memori kebangsaan, kenegaraan, dan perpolitikan. Ditambah keterampilan menggarap ide dan tema yang sangat kontekstual, karya ini layak menjadi bacaan abadi.


Dua pengunjung menyaksikan karya Nasirun dalam judul Jas Merah #1-5. --HARIAN DISWAY

Pinokio memang suka berbohong. Tapi mari kita yakin bahwa pada saatnya semesta pasti membongkarnya. Sehingga meskipun Jakarta tak lagi jadi ibu kota negara, peran sejarahnya tak akan tergantikan.

Bukankah setiap kali kita membaca teks Proklamasi, selalu demikian: "Jakarta, 17 Agustus 1945. Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta". Tentang itu, pelukis Nasirun merangkum pesan melalui karyanya.

BACA JUGA: Songket Mahal untuk Lamaran Pukau Pengunjung Bordir dan Aksesori Fair 2024 di Grand City Mall Surabaya

 Jas Merah #1-5 yang menggarap ikon patung-patung monumen di Jakarta, Pak Tani sampai Dirgantara. Itu mengingatkan kita pada jas merah; jangan melupakan sejarah. Nasirun pun mengutip pidato Bung Karno terakhir 17 Agustus 1966: “Jas merah Jakarta! Teruslah bergerak, menuju kota global!” (*)

Oleh: Yusuf Susilo Hartono: Perupa dan mantan pimred Visual Arts

Kategori :