Kok bisa, Burhanis, 52, mengambil mobil miliknya yang dicolong penyewa, malah tewas digebuki massa? Jawabnya, saat mengambil mobil itu di rumah Aris Gunawan, 35, di Pati, Jateng, ia diteriaki maling, lalu dimassa. Padahal, ia sudah lapor polisi kehilangan mobil pada Februari 2024.
PUBLIC DISTRUST, kata sosiolog Universitas Gadjah Mada Sunyoto Usman kepada wartawan. Ketidakpercayaan masyarakat ke polisi. Sebab, Burhanis mencari mobilnya yang dibawa kabur penyewa dengan menggunakan GPS (global positioning system).
Setelah posisi mobil ketemu di Pati, Burhanis yang punya kunci kontak cadangan membuka pintu mobil itu, kemudian membawanya. Saat itulah ia dikeroyok massa. Padahal, saat mobil itu dilarikan penyewa dulu (Februari 2024), Burhanis sudah lapor ke Polres Jakarta Timur karena lokasi rental mobilnya di wilayah itu.
BACA JUGA: Mobil Dijual untuk Dicuri
Soal Burhanis lapor polisi dibenarkan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Armunanto. Kepada wartawan, Armunanto memastikan bahwa Burhanis sebelumnya membuat laporan kepolisian di Polres Metro Jakarta Timur.
AKBP Armunanto: ”Kami telah menerima laporan dari korban Burhanis pada Rabu, 21 Februari 2024. Dan, hingga saat ini kami masih melakukan penyelidikan terkait perkara penggelapan yang dilaporkan.”
Dilanjut: ”Adapun kronologi dari kasus ini bermula 5 November 2023 ada transaksi penyewaan mobil antara pelapor Burhanis dan terlapor berinisial RP. Disepakati saat itu RP menyewa mobil (merek Honda Mobilio) selama dua bulan. Kemudian, dilakukan kontrak, tetapi baru dibayarkan untuk 1 bulanK kemudian, oleh si terlapor, diminta supaya mobil tersebut diantarkan ke apartemen Bassura, Jakarta Timur. Si pelapor sendiri kantor rental mobilnya ada di Kemayoran.”
Setelah itu, mobil sewaan tersebut tidak pernah dikembalikan RP kepada Burhanis. Namun, mobil itu terpasang GPS sehingga posisi mobil selalu terpantau Burhanis.
Karena sudah lapor polisi dan mobilnya belum juga ketemu, Burhanis mengajak tiga temannya dari Jakarta menuju ke Pati untuk mengambil mobil tersebut. Sampai ia tewas.
Sosiolog Sunyoto Usman: ”Kasus itu, intinya, ketidakpercayaan publik terhadap polisi.”
Dilanjut: ”Ketidakpercayaan itu sudah lama terjadi. Malah ada pepatah, kalau punya masalah, misalnya, kehilangan kambing, kalau lapor polisi, malah bisa kehilangan sapi. Jadi, seperti awal tadi saya katakan, ada public distrust, yang pertama pada polisi.”
Dilanjut: ”Kedua, ketidakpercayaan publik menimbulkan masyarakat main hakim sendiri. Ketika orang-orang berkerumun, akan sulit dikontrol. Mereka cenderung tidak mengikuti norma dan merasa bebas melakukan apa pun, termasuk main hakim sendiri.”
Diwawancarai wartawan secara terpisah, kriminolog dari Universitas Indonesia Prof Adrianus Meliala mengatakan, laporan polisi yang disampaikan warga tetapi tak ditindaklanjuti aparat menjadi cerita lama yang terus berulang.
Adrianus: ”Ini memang cerita klasik, di mana laporan tidak ditindaklanjuti. Atau ditindaklanjuti, tapi prosesnya lama, atau tidak secara memuaskan. Wajar kalau pelapor kemudian tidak sabar dan memilih turun langsung (mencari mobilnya sendiri yang dicolong penyewa).”
Public distrust to police tidak cuma terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat (AS) pun begitu.