Pukul 4.30, tanggal 22 November 1995, taksi nomor 69 berhenti di pompa bensin Campsa Red di La Constancia, Jerez. Taksi berhenti di pompa nomor 1. Sopirnya keluar dari mobil, lalu menarik nosel ke saluran masuk bahan bakar, tetapi pompa tidak mau hidup. Bensin tidak keluar.
Ketika sopir pergi mencari petugas, ia melihat pintu toko stasiun telah hancur. Majalah dan kertas berserakan di lantai. Kemudian, sopir melihat darah di dinding toko, dan berlari ke telepon umum untuk menghubungi layanan darurat.
Dalam beberapa menit, polisi kota tiba. Salah satunya menemukan jejak darah, yang mengarah ke sebuah kantor di belakang mesin kasir. Pintu ruangan itu tertutup. Regu polisi membuka paksa pintu itu.
Tampaklah, di belakang mesin fotokopi, seorang pemuda terbaring terpuruk di lantai, tidak bergerak dan mengeluarkan banyak darah. Ia masih bernapas.
Lima menit kemudian, tim paramedis berdesakan di kantor yang berantakan itu. Berlumuran darah dan dikelilingi peralatan medis, mereka berusaha menghentikan luka pemuda itu. Namun, pukul 04.45 atau 15 menit dari saat ditemukan sopir taksi, Juan Holgado meninggal.
Selewat pukul 05.00, Manuel Buitrago, 41, penjabat hakim yang akan mengawasi penyelidikan kriminal itu, tiba di sana.
Buitrago, yang belum pernah menangani kasus pembunuhan, segera memerintahkan pemeriksaan menyeluruh terhadap lokasi tersebut. Penyelidik menemukan karton jus besar berlumuran darah, kancing jas hujan robek, dan liontin berukir tanda Virgo. Mereka mengumpulkan 23 sidik jari dari lokasi kejadian, belum diketahui apakah sidik jari tersebut milik pelaku atau pelanggan yang masuk ke SPBU pagi itu.
Kisah yang diurai The Guardian itu sangat panjang. Jika dibaca, dibutuhkan waktu lebih dari setengah jam. Sangat detail liku-liku penyelidikan.
Intinya, TKP (tempat kejadian pekara) tidak sempat ditutup polisi. Akibatnya, pejabat, puluhan wartawan, dan masyarakat masuk ke sana. Berjejal. Membikin TKP berantakan secara penyelidikan kriminal. Sidik jari, tapak kaki, dan jejak kejahatan teraduk dengan identitas orang yang masuk ke kantor tersebut.
Setelah sebulan penyelidikan, polisi menangkap empat laki-laki yang diduga keras sebagai pelaku. Lalu, diadili. Ternyata gagal. Empat terdakwa itu dibebaskan hakim gegara bukti hukum sangat lemah.
Francisco Holgado, ayah korban Juan Holgado waktu itu usia 49 tahun. Ia sangat kecewa terhadap polisi. Ia merasa tidak mendapatkan keadilan atas kematian anaknya.
Francisco Holgado bukan polisi, melainkan pegawai bank. Tapi, sejak saat itu ia berjuang melacak jejak empat terdakwa yang dibebaskan tersebut. Ia berusaha mencari bukti hukum.
Perjuangan Fracisco sangat dramatis dan berdurasi lama. Sampai kasus itu diadili lagi. Lantas, hakim membebaskan para terdakwa lagi.
Beberapa tahun kemudian, empat terdakwa yang sama diadili lagi. Dan, majelis hakim membebaskan para terdakwa lagi. Tiga kali diadili dengan hakim yang sudah berganti-ganti, para terdakwa tetap dibebaskan lagi. Sampai total memakan waktu 21 tahun sejak saat pembunuhan.
Kegigihan Francisco memperjuangkan keadilan buat anaknya semula didukung istri dan anak-anaknya (dua saudara mendiang Juan). Namun, lama-lama keluarga bosan. Kemudian, kesal, karena Francisco tidak bisa dicegah. Akhirnya Francisco cerai dengan istri. Juga, ditinggalkan dua anaknya.
Kasus itu diliput media massa di sana selama 21 tahun tidak berturut-turut. Maksudnya, timbul tenggelam sesuai dengan keberhasilan Francisco mengupayakan kasus itu diadili lagi, dan lagi.