Di jantung kota Surabaya, terhampar sebuah oase sejarah yang menanti untuk dijelajahi: Makam Peneleh. Di tanah seluas 4,5 hektar ini, terukir kisah-kisah masa lampau dalam batu nisan dan ornamen yang artistik. Kini, Makam Peneleh membuka lembaran baru dalam perjalanannya lewat proyek Peneleh As Living Library
Langkah kaki saya menapaki jalan setapak di Makam Peneleh, Surabaya, Jumat 1 Maret 2024. Di bawah naungan pepohonan rindang, deretan batu nisan kuno berdiri kokoh, memancarkan aura misterius dan magis.
Angin sepoi-sepoi membawa bisikan cerita masa lampau, mengundang rasa penasaran untuk menjelajahi lebih dalam.
Setiap nisan bagaikan buku sejarah yang terukir indah. Batu nisan berukir salib menandakan peristirahatan terakhir para pemuka agama Kristen.
Ornamen-ornamen gotik dan patung-patung bergaya Romawi menghiasi makam para pejabat tinggi Hindia Belanda, menjadi saksi bisu kejayaan masa kolonial.
Di kejauhan, sebuah nisan menjulang tinggi, menandakan makam Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Merkus. Salah satu makam paling ikonik di De Begraafplaats Peneleh, sebutan asli Makam Peneleh.
Di dekat gerbang masuk, makam para Suster Ursulin memancarkan aura kedamaian. Mereka adalah suster dari ordo Santa Ursula yang banyak berjasa di bidang pendidikan.
BACA JUGA:Dua Kandidat Kampoeng Tourism Maspati dan Peneleh di Surabaya Tourism Award 2024
Sekolah di bawah naungan ordo itu masih eksis sampai sekarang. Salah satunya, sekolah Santa Maria di Surabaya.
Sebagai salah satu makam tertua di Jawa Timur, Makam Peneleh menyimpan jejak panjang sejarah. Dikenal pula sebagai makam Belanda atau makam Kristen, kompleks pemakaman ini menjadi saksi bisu pergolakan masa lampau.
Terletak di Jalan Peneleh, Kecamatan Genteng, Surabaya, Makam Peneleh kini tengah bersiap untuk menyambut babak baru dalam kisahnya.
Pemerintah Kota Surabaya berencana merevitalisasi Makam Peneleh, menguak kembali kisah-kisah inspiratif dari para tokoh yang dikebumikan di sana.
Delapan tokoh sentral menjadi fokus utama, di antaranya Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Merkus, fotografer ternama Kurkdjian Ohannes, dan Residen Surabaya Daniel Franscois Willem Pietermaat.
Ada pula Wakil Dewan Hindia Belanda PJB De Perez, ahli bahasa Herman van der Tuuk, peletak dasar Politik Etis Smutzser, para suster Ursulin, dan Jan von Hemert, peletak batu pertama pembangunan Gedung Singa di Jalan Jembatan Merah Surabaya.
Proses revitalisasi ini bukan sekadar pemugaran fisik, tetapi juga upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam Makam Peneleh.