HARIAN DISWAY - Pegi Setiawan menang. Eman Sulaeman, hakim tunggal yang memimpin sidang itu di Pengadilan Negeri (PN) Bandung mengabulkan praperadilan yang diajukan Pegi. Ia mengajukan praperadilan itu karena tidak terima dirinya ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky delapan tahun lalu.
Berdasarkan putusan tersebut, status Pegi sebagai tersangka otomatis gugur. Polisi juga diminta segera membebaskan Pegi. Ada sembilan poin amar putusan hakim. Yaitu:
- Mengabulkan permohonan praperadian termohon untuk seluruhnya.
- Menyatakan proses penangkapan Pegi Setiawan serta semua yang berkaitan lainnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
- Menyatakan tindakan pemohon menetapkan termohon sebagai tersangka pembunuhan Vina dan Eky dinyatakan tidak sah.
- Menyatakan surat penetapan tersangka Pegi Setiawan batal demi hukum.
- Menyatakan tidak sah segala keputusan dan penetapan yang dilakukan lebih lanjut oleh termohon yang dikenakan dengan penetapan tersangka atas diri termohon kepada pemohon.
- Memerintahkan termohon menghentikan penyidikan terhadap termohon.
- Memerintahkan pada termohon untuk melepaskan pemohon dari tahanan.
- Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti sedia kala.
- Membebankan biaya perkara pada negara.
Eman menilai penetapan Pegi sebagai tersangka dan buronan bermasalah. Pasalnya, polisi tak pernah memeriksanya terlebih dahulu. Padahal, menurut Eman, pemeriksaan seseorang sebelum penetapan sebagai tersangka wajib hukumnya.
BACA JUGA: Pegi Setiawan Bongkar Perlakuan Polisi Selama di Tahanan
Hal itu sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/2014. Hakim juga tidak sependapat dengan tim Hukum Polda Jawa Barat yang menyatakan penetapan tersangka cukup dengan dengan 2 alat bukti. Tanpa harus dilakukan pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu.
Penetapan Pegi dalam daftar pencarian orang (DPO) juga dinilai hakim salah. Karena, langkah itu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak keluarga Pegi.
Pengamat hukum dari Universitas Airlangga (Unair) Riza Alifianto Kurniawan mengatakan, keputusan hakim untuk mengabulkan praperadilan yang diajukan Pegi, lantaran hakim menemukan ada hal-hal yang tidak sesuai, dan melawan hukum. “Tapi itu bukan akhir dari segalanya,” katanya kepada Harian Disway, Selasa 19 Juli 2024.
Kasus pidana memang memiliki jangka waktunya. Atau kadaluarsa. Yakni 18 tahun. “Kasus ini kan sudah berjalan delapan tahun. Artinya, masih ada 10 tahun lagi,” katanya lagi.
BACA JUGA: Salah Tangkap Pegi Setiawan, Kompolnas Evaluasi Perkap dan Perpol
Sehingga menurutnya, penyidik di Polda Jawa Barat masih memiliki waktu untuk melakukan penyelidikan lebih terhadap kasus pembunuhan itu. Walau, menurutnya, Polisi akan mengalami banyak kesulitan. Seperti mencari terduga pelaku.
“Bisa saja ingatan orang itu sudah hilang atau pelaku sudah tidak tinggal di Cirebon. Tapi, menurut saya, itu tidak terlalu sulit untuk dilakukan Polri. Karena, mereka punya cara tersendiri untuk membongkar kasus seperti ini. Memang harus dimulai lagi penyelidikannya. Butuh tenaga yang ekstra,” ucapnya.
Ia menjelaskan, upaya paksa yang bisa dibatalkan oleh hukum ketika polisi melakukan penangkapan, penyitaan, penyadapan, penahanan dan penetapan tersangka tidak sesuai dengan prosedur KUHAP dan peraturan kepolisian (Perkap). “Itu kan syarat formil saja,” ucapnya.
Pakar hukum pidana dari Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi menambahkan, dalam kasus ini, Pegi bisa mengajukan ganti rugi kepada Polda Jawa Barat yang telah menetapkan dirinya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut. Hal tersebut sudah diatur dalam Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
BACA JUGA: Praperadilan Dikabulkan, Polda Jabar Diperintahkan Segera Bebaskan Pegi Setiawan
Diatur dalam pasal 1 ayat 23 KUHAP. “Jadi di KUHAP bilang kalau ada orang ditangkap, ditahan, tidak berdasarkan undang-undang orang itu berhak menerima sejumlah imbalan uang,” terangnya.