SEORANG sahabat purnawirawan TNI bercerita bahwa dirinya nyaris menghadapi Gibran Rakabuming Raka saat pemilihan wali kota Solo 2021. Ia akan diposisikan sebagai ”kembang” demokrasi.
Maju bertarung. Maju untuk dikalahkan. Biar ada kesan pilwali serius. Sebab, lawan Gibran sepadan.
Ia dipilih karena baru saja memasuki purnawirawan. Juga, berasal dari daerah sekitar Solo. Apa kendaraan politiknya? Akan dicari kemudian.
BACA JUGA: Jokowi, The Next Level Soeharto
BACA JUGA: Lagi, Jasa Jokowi untuk Prabowo
Mau? Jelas tidak. Ia memilih melepaskan ”peluang” tersebut. Ia mengikuti jejak Baharuddin Lopa di era Orde Baru.
Lopa, mantan jaksa agung itu, pernah menolak jadi kembang demokrasi. Saat itu pemilihan gubernur Sulawesi Selatan. Masih lewat DPRD. Pemenangnya sudah ditetapkan sebelum pemilihan. Yakni, Mayjen Zaenal Palaguna. Lopa langsung menolak ketika mengetahui dirinya sekadar pelengkap penderita.
Gibran pun, mirip jalan Palaguna, di era pemilihan langsung. Sudah pasti menang di Solo. Hanya cari lawan agar tak melawan kotak kosong.
BACA JUGA: Langkah Endgame Jokowi
BACA JUGA: Pintu Pemakzulan Jokowi
Gibran menang di Solo, sang menantu Bobby Nasution menang di Medan. Jokowi effect. Pengaruh Jokowi.
Apakah pengaruh Jokowi masih ada di pilkada November nanti?
Jokowi lengser pada 20 Oktober 2024, saat Prabowo dilantik. Berarti, ketika parpol menyusun calon kepala daerah, Jokowi masih berkuasa. Namun, saat coblosan, Jokowi seharusnya sudah menimang cucu di Solo.
Sang mantu, Bobby Nasution, sudah pasti maju di ajang pilgub Sumut. Di sisi lain, anak bungsu yang sudah memenuhi syarat setelah MA mengubah aturan main masih pilih-pilih lokasi. Apakah bertarung di ajang pilgub Jakarta, pilgub Jawa Tengah, atau pemilihan wali kota Surabaya.
BACA JUGA: Drakor Jokowi