Swiftonomics, Kutub Baru Pertumbuhan Ekonomi

Sabtu 20-07-2024,00:29 WIB
Oleh: Sukarijanto

Angka tersebut belum termasuk keuntungan para pedagang merchandise di saat konser, para pedagang makan dan minuman, naiknya omzet industri bisnis iklan billboard, melonjaknya okupansi hotel, omzet perusahaan taksi melesat, industri penerbangan untung besar, dan mendongkrak angka pariwisata setempat.

Sihir magis Taylor Swift telah menempatkan figur penyanyi muda berbakat itu sebagai episentrum baru pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana diketahui, perekonomian AS saat ini sedang melambat karena dipicu bunga tinggi untuk menahan laju inflasi. 

Bahkan, ada kekhawatiran ekonomi AS terancam mengalami resesi. Namun, Swiftonomics menjadi titik terang bagi pergerakan ekonomi AS. Konser musik yang saat ini sedang dilakoni Taylor Swift berpotensi menghasilkan hingga sekitar USD 5 miliar (sekitar Rp 75,22 triliun) untuk ekonomi di AS. 

BACA JUGA: Rekor! Sepekan Dirilis, The Tortured Poets Department Taylor Swift Capai 1 Miliar Streaming di Spotify

BACA JUGA: Lirik dan Terjemahan Lagu Fortnight Milik Taylor Swift ft. Post Malone, Benarkah Tentang Joe Alwyn?

Konon, berbeda dengan saat pandemi, masyarakat sekarang mencari pengalaman baru sehingga rela mengeluarkan uangnya untuk konser itu sebagai kompensasi puasa hiburan selama pandemi Covid-19 yang telah berlalu.

Tapi, di sisi lain, beberapa pihak dari lembaga ekonomi pemerintah negeri Paman Sam justru mengkhawatirkan naiknya pengeluaran masyarakat tersebut. Pasalnya, bank sentral tengah menaikkan suku bunga secara agresif demi membendung laju pengeluaran konsumsi. 

Namun, itu masih menjadi perdebatan apakah konser tersebut akan memengaruhi laju inflasi atau tidak. Majalah The Economist menjawab dalam risetnya dan telah melakukan investigasi terhadap tur Swift pada 2023 dan sesama bintang pop global serta temannya, Beyonce Knowles, untuk melihat apakah tur tersebut memicu inflasi. Kesimpulan hasil riset: ternyata tidak.

Penghasilan dari konser yang sedang diadakan penyanyi berusia 33 tahun itu diprediksi menangguk sekitar USD 11 juta sampai 12 juta per konser melalui penjualan tiket. 

Sementara itu, analis dari The Wall Street Journal memperkirakan konser Swift bisa menghasilkan keuntungan sekitar USD 1 miliar saat sampai dengan konser itu selesai pada 16-17 Agustus 2024. 

Jika perkiraan tersebut benar, tur musik Swift bisa memecahkan rekor tur ”Farewell Yellow Brick Road Tour” tahun 2018 dari Elton John yang pernah menghasilkan keuntungan USD 887 juta dan dinobatkan sebagai konser paling menguntungkan hingga saat ini.

ORIENTASI BARU

Tak heran, pada kesempatan peresmian peluncuran digitalisasi layanan perizinan penyelenggaraan event di Jakarta 24 Juni yang lalu, Presiden Jokowi sempat menyinggung konser Taylor Swift di Singapura Maret lalu selama enam hari berturut-turut, yang dengan nada berkelakar, telah menyedot duit orang-orang Indonesia yang menonton ke sana. 

Tambahnya, dengan menggunakan indikator Spotify, penonton yang hadir untuk menyaksikan penampilan artis negeri Paman Sam mencapai 2,2 juta orang. Dengan begitu, berapa triliun devisa yang melayang ke negeri tetangga.

Menurut catatan Singapore Tourism Board (STB), berkat konser Taylor Swift, Singapura mengalami lonjakan penerimaan devisa dari pemesanan hotel dan pariwisata sebesar 10 persen. 

Dampak ekonomi yang melonjak tajam memberikan keuntungan USD 260,3 juta hingga USD 371 juta atau sekitar Rp 4,09 triliun hingga 5,84 triliun (asumsi kurs Rp 15.715 per USD). Selama enam hari konser, roda perekonomian Singapura bergerak serempak seperti restoran, pusat perbelanjaan, hingga destinasi wisata, hingga industri penerbangan kecipratan ”rezeki nomplok”. 

Kategori :