PROBOLINGGO, HARIAN DISWAY – Hari pertama Jazz Gunung Bromo, 19 Juli 2024, membangkitkan kenangan pada mendiang Djaduk Ferianto. Sebab, perhelatan itu pas dengan tanggal kelahiran sang maestro asli Yogyakarta tersebut.
Hari pertama Jazz Gunung Bromo 2024 itu dipungkasi oleh Ring of Fire Project, kelompok musik yang dibentuk oleh Djaduk Ferianto. Mereka dikenal karena racikan musik yang memadukan berbagai genre musik.
Sesekali, petikan bass yang terasa sangat blues menyeruak. Begitu pula dengan notasi gitar yang memunculkan nuansa rock. Tetapi, semuanya bisa berpadu apik dengan pukulan gendang yang sangat etnik. Begitu pula dengan petikan cak dan cuk, ukulele empat dan tiga senar khas keroncong, yang menyembul-nyembul.
BACA JUGA : Jazz Gunung Bromo 2024, Dewa Budjana Janjikan Penampil yang Warna-Warni
Menutup malam itu, Ring of Fire Project berkolaborasi dengan Brasszigur Brass Band yang seluruh personelnya memainkan musik tiup. Mereka juga menggandeng Ndaru Ndarboy Genk.
Jazz Gunung Bromo 2024, Jaga Api Semangat Mendiang Djaduk Ferianto. Ndaru Ndarboy Genk tampil bersama Ring of Fire Project dan Brasszigur Brass Band, Jumat, 19 Juli 2024.--
Sebelum kolaborasi itu dihidangkan untuk penonton di Jiwa Jawa Resort, Probolinggo, Butet Kartaredjasa muncul di panggung. Ia ditemani Sigit Pramono. Ya, Butet, Sigit, dan Djaduk adalah penggagas Jazz Gunung Bromo.
Gagasan itu pada akhirnya berkembang menjadi Jazz Gunung Series dan PT Jazz Gunung Indonesia.
’’Hari ini, kita merayakan ulang tahun adik saya, Djaduk Ferianto yang mendahului kita 5 tahun lalu. Tuhan terlalu sayang kepadanya,’’ ucap Butet.
Jazz Gunung Bromo 2024, Jaga Api Semangat Mendiang Djaduk Ferianto. Inilah penampilan Ring of Fire Project bersama Brasszigur Brazz Band, Jumat 19 Juli 2024.-Doan Widhiandono-Harian Disway-
Anda sudah tahu, Butet adalah kakak kandung Djaduk. Mereka berdua adalah seniman begawan tari Bagong Kussudiardja. Butet lahir pada 21 November 1961. Sedangkan Djaduk lahir pada 19 Juli 1964 dan meninggal pada 13 November 2019.
Butet menyebut Ring of Fire Project sebagai anak kandung Jazz Gunung Bromo. ’’Kelompok ini lahir dari Djaduk dan pemain Kua Etnika. Mereka memainkan musik lintas genre, lintas apa pun. Itulah Indonesia kita,’’ kata Butet yang juga seniman teater tersebut.
Jejak Djaduk masih sangat kentara pada permainan Ring of Fire Project. Nuansa tradisional masih bisa diracik oleh personel Ring of Fire Projek. Nuansa modern hingga jazzy juga masih bisa tampil dengan utuh.
’’Tidak ada yang bisa menggantikan Mas Djaduk,’’ ucap Danny Eriawan Wibowo, bassist Ring Of Fire Project setelah tampil.
BACA JUGA : Jazz Gunung Bromo 2024, Ajang Regenerasi Musisi sampai Penonton
Danny mengakui bahwa Ring of Fire Project—juga Kua Etnika—itu Djaduk banget. ’’Semuanya adalah ide dan karya beliau,’’ kata Danny.
Nah, bagaimana saat Djaduk sudah tiada? Apakah kelompok itu sempat nglokro alias down? ’’Kami tidak patah semangat. Memang, sosok beliau (Djaduk, Red) sangat berpengaruh. Tetapi, kami terus bangkit dengan semangat kolektivitas. Mulai ide sampai eksekusi karya. Kami tinggal menemukan formulanya,’’ ucap Danny.