SEJAK satu dekade belakangan, isu perubahan iklim telah menjadi bahasan menarik dan makin hangat diperbincangkan di berbagai forum dunia, tak terkecuali Indonesia. Para akademikus sampai para filantropis seperti Bill Gates terlihat aktif di berbagai forum yang membahas isu-isu lingkungan.
Selain berangkat dari keprihatinan masyarakat global akan degradasi kualitas lingkungan yang kian masif, isu lingkungan telah mendorong kesadaran publik ke arah wacana penerapan environmental cost sebagai bentuk kompensasi penggunaan bahan bakar fosil.
Dengan demikian, adanya gagasan penerapan pajak karbon merupakan langkah menuju perubahan positif yang diharapkan mampu menjadi kendali terhadap pemanfaatan energi yang tidak ramah lingkungan.
BACA JUGA: Menjaga Langit Biru! Pertamina International Shipping Tekan Emisi Karbon 25,4 Ribu Ton
BACA JUGA: Menuju Indonesia Minim Emisi Karbon, Kemenkeu Upayakan Kebijakan Pendanaan Efektif
Dengan mengubah perilaku para pelaku bisnis di sektor kegiatan ekonomi yang menghasilkan emisi gas buang dan gas rumah kaca yang berpotensi menurunkan kualitas dan mutu lingkungan, pembebanan pajak karbon dinilai sebagai langkah tepat untuk perbaikan ke arah yang lebih baik.
Beberapa sektor industri ditengarai turut memiliki andil dalam menyebabkan perubahan lingkungan, termasuk di antaranya pemanasan global dan peningkatan emisi gas rumah kaca yang memicu kenaikan suhu permukaan bumi. Selain komitmen, usaha nyata diperlukan untuk menanggulangi hal tersebut.
Konsekuensi menurunnya kualitas lingkungan banyak dicemaskan akan makin mengancam peradaban manusia yang berjumlah kurang lebih 8 miliar jiwa.
BACA JUGA: Pertamina Patra Niaga Kenalkan Penurunan Emisi Karbon di COP 28 Dubai
Menurut Lembaga Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), pajak karbon adalah instrumen internalisasi biaya lingkungan. Pajak karbon juga dapat dikatakan sebagai turunan dari pigouvian tax.
Pigouvian tax merupakan pajak yang dikenakan atas kegiatan ekonomi yang menciptakan eksternalitas negatif. ”An externality refers to the uncompensated impact of one person’s actions on the well-being of a bystander.” (Mankiw, 2012).
Apabila dampak yang ditimbulkan dari tindakan tersebut menguntungkan, itu termasuk eksternalitas positif. Sebaliknya, apabila dampak yang diakibatkan merugikan, itu disebut eksternalitas negatif.
BACA JUGA: Transaksi di Bursa Karbon
BACA JUGA: Pertamina Ungkap Kontribusi Tekan Emisi Karbon Lewat NBS, Ini Penjelasannya