Ditanya Dedi soal keberadaan Aep, ayah Aep mengatakan, ”Di Bandung. Dibawa polisi ke Bandung. Indekos di dekat polda (Polda Jabar). Tapi, saya enggak tahu, siapa yang bayar indekosnya.”
Dilanjut: ”Hati saya waswas, khawatir pada Aep. Jangankan manusia, binatang saja punya rasa itu kepada anaknya, apalagi manusia.”
Saat diwawancarai Dedi, Rudi selalu menunduk. Lesu. Ia tahu, anaknya sedang viral dan dicari banyak orang terkait kasus Vina. Ia tampak gelisah. Seperti ia katakan, ia khawatir terjadi hal tak diinginkan pada Aep.
Ekor kasus Vina menjadi polemik berkepanjangan di medsos. Sebagian warganet menyalahkan polisi yang blunder dalam penyidikan kasus ini. Sebagian lainnya membela polisi. Tapi, proporsinya lebih banyak yang menyalahkan polisi. Sebab, perkara hukum kasus ini sekarang berantakan.
Pastinya polisi kini sedang berusaha mencari solusi terbaik. Polisi bahkan belum memanggil Liga dan Dede yang sudah jelas mengaku memberikan kesaksian palsu.
Saksi palsu melanggar Pasal 242 KUHP. Isinya, orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara maksimal tujuh tahun.
Tapi, Dede dan Liga belum diproses hukum. Sebab, kesaksian mereka adalah fondasi perkara Vina. Kalau kesaksian mereka tidak ada atau dicabut atau diakui oleh saksi bahwa ia bersaksi bohong, perkara pembunuhan Vina dan Eky tidak ada.
Kalau perkara pembunuhan Vina dan Eky tidak ada, tujuh terpidana yang kini menjalani hukuman penjara seumur hidup harus bebas demi hukum. Jumlah terpidana penjara seumur hidup lalu bebas demi hukum sebanyak itu belum pernah terjadi di Indonesia.
Lantas, Vina dan Eky mati karena dibunuh siapa? Atau, disebabkan apa?
Rangkaian hukumnya juga menimbulkan pertanyaan, mengapa Kejaksaan Negeri Cirebon membawa perkara itu ke persidangan jika mencurigai bahwa perkara tersebut cacat hukum lantaran cuma didasarkan keterangan tiga saksi?
Pertanyaan selanjutnya, mengapa majelis hakim Pengadilan Negeri Cirebon mengadili perkara itu bila mencurigai bahwa perkara tersebut sangat lemah dari sisi hukum?
Adagium hukum: Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu saja orang tak bersalah. Apalagi, di sini ada delapan orang terhukum. (*)