HARIAN DISWAY - Pada 27 Juli 1996, Indonesia menyaksikan salah satu peristiwa paling kontroversial dan berdarah dalam sejarah politiknya: Kudatuli, atau yang dikenal sebagai Kerusuhan 27 Juli.
Peristiwa itu bukan hanya mencerminkan ketegangan politik yang ekstrem. Tetapi juga menandai momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia yang masih muda saat itu.
Latar Belakang Kudatuli
Kudatuli terjadi di tengah suasana politik yang memanas pada era pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Saat itu, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menjadi fokus utama konflik.
BACA JUGA:Perjuangan Megawati Mengawal Konstitusi
BACA JUGA:Megawati Sindir Puan dan Risma Cengeng: Gak Usah Mewek, Berjuang Terus!
Setelah pemilihan umum 1992, PDI mengalami dualisme kepemimpinan yang menyebabkan perpecahan dalam tubuh partai. Megawati Soekarnoputri, putri Proklamator Indonesia, Soekarno, terpilih sebagai ketua umum PDI yang diakui oleh banyak pendukungnya.
Mengenang peristiwa Kudatuli di Kantor PDI pada 1996 silam.--BMI
Namun, pemerintah Orde Baru mendukung kepemimpinan Soerjadi, yang ditetapkan melalui kongres yang kontroversial di Medan pada tahun 1996.
Puncak Ketegangan: 27 Juli 1996
Pada pagi hari 27 Juli 1996, kantor pusat PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta, yang menjadi markas Megawati dan pendukungnya, diserang oleh sekelompok massa.
Serangan tersebut diduga kuat diprakarsai oleh pihak-pihak yang pro-pemerintah dan dipicu oleh ketegangan yang telah lama membara antara faksi Megawati dan Soerjadi. Kekerasan pun tak terelakkan, menewaskan banyak orang dan melukai ratusan lainnya.
Massa yang menyerang menggunakan batu, kayu, dan senjata tumpul lainnya untuk menyerang para pendukung Megawati yang berada di dalam kantor.
BACA JUGA:Megawati Bela Jokowi Soal Kritik Anies Baswedan
BACA JUGA:Megawati dan Orde Baru