Nasionalisme Baru

Rabu 21-08-2024,10:13 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

MASIHKAH nasionalisme diperlukan dalam dunia yang makin global seperti sekarang? Bagaimana bentuk nasionalisme yang cocok untuk dikembangkan ke depan? Mampukah kita menumbuhkan nasionalisme baru?

Pertanyaan itu menggelayut bersamaan dengan detik-detik peringatan Proklamasi Kemerdekaan Ke-79 RI. Yang secara nasional, tahun ini, digelar di dua tempat: Istana Merdeka dan Istana Ibu Kota Nusantara (IKN).

Di dua istana itu, kita menyaksikan para pemimpin kita saling mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah. Penuh dengan warna-warni. Pakaian adat dari Sabang sampai Merauke. Mengingatkan akan keragaman bangsa kita. 

BACA JUGA: Jazz Gunung Ijen 2024, Indra Lesmana Janjikan Swing Jazz dengan Sentuhan Nasionalisme

BACA JUGA: Indra Sjafri: Nasionalisme dan Kebangkitan Garuda Muda Sepak Bola Indonesia

Saya sendiri merayakan hari proklamasi tahun ini beserta kawan-kawan PT SGN (Sinergi Gula Nusantara). Anak perusahaan PTPN Group yang sejak 2023 mendapat mandat negara untuk mewujudkan swasembada gula.

Itulah perusahaan yang dibentuk dari hasil penggabungan 36 pabrik gula milik perusahaan pelat merah tersebut. Setelah di spin-off (dipisahkan) dari perusahaan lamanya. Perusahaan yang tersebar dari Sumatera Utara sampai Sulawesi Selatan.

Kebetulan, perusahaan itu memang didirikan tepat dengan peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI. Tentu dengan maksud agar sampai kapan pun pengelola perusahaan tersebut ingat atas tugas mulia untuk mendaulatkan industri pergulaan nasional.

BACA JUGA: Nasionalisme Ekonomi untuk Indonesia Maju 2045

BACA JUGA: FASS Kuatkan Nasionalisme, Lantunkan Lagu-lagu Heroik di Mall

Industri pangan yang sebetulnya juga sangat menggambarkan perjalanan bangsa kita. Menggambarkan pasang surut kita sebagai bangsa dalam menjaga kedaulatan alam dan kemandirian untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri. Yang tidak semulus seperti dibayangkan para pendiri bangsa.

Dalam industri gula, tanah air kita pernah digdaya. Justru ketika bangsa ini belum merdeka. Ketika bangsa Indonesia di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Saat itu, pada 1930-an, kita menjadi pengekspor gula terbesar kedua di dunia. Setelah Kuba.

Sampai dengan 1967, bangsa ini masih mampu memenuhi kebutuhan salah satu bahan pokok pangan itu. Setelah tahun itu, kita berbalik menjadi pengimpor gula. Bahkan, setelah puluhan tahun merdeka, kita malah menjadi pengimpor gula terbesar kedua di dunia. Setelah Tiongkok.

BACA JUGA: Dahlan Iskan Ajak Pemuda Fuqing Indonesia Hindari Nasionalisme Sempit

BACA JUGA: Nasionalisme Ekonomi

Kategori :