KEMERDEKAAN Indonesia yang pada 2024 ini memasuki usia 79 tahun dibangun oleh berbagai elemen bangsa. Baik pejuang, para laskar, maupun masyarakat umum. Salah seoarang tokoh yang tidak dapat dilupakan jasanya adalah Abdurrahman bin Awad Baswedan atau populer dengan nama A.R. Baswedan.
Ia adalah tokoh yang memiliki kontribusi penting bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Peran sentralnya tergambar dalam ungkapan Harry Tjan Silalahi berikut.
”Setelah 100 tahun berlalu, kita bisa mengatakan, perjalanan hidup A.R. Baswedan berakhir gemilang sebagai pembentuk bangsa Indonesia. Ia telah memberikan sumbangan begitu besar bagi bangsa Indonesia. Ia turut menciptakan cikal bakal kebangsaan, mengasuhnya, dan terus-menerus mengawalnya sampai akhir hayat dalam proses politik dan kenegaraan Indonesia”.
BACA JUGA: Fikih Ekonomi Keindonesiaan
BACA JUGA: Cek Khodam di Live Tiktok Trending di Kalangan Gen-Z, Anies Baswedan Pun Bingung!
Apa yang disampaikan Silalahi merupakan fokus utama buku yang pernah ditulis pada 2014 oleh Suratmin dan Didi Kwartanada tentang sosok tersebut. Lebih jauh, Silalahi mengatakan bahwa A.R. Baswedan adalah seorang pluralis dan intrakultural sejati.
Ia sangat terbuka. Sahabatnya dari berbagai golongan, termasuk keturunan Tionghoa, seperti Tjoa Liang yang pernah tinggal serumah dengannya.
H. Junus Jahja, seorang muslim Tionghoa, merasa heran bagaimana orang Tionghoa dan Arab bisa tinggal serumah. Apa rahasianya? Ternyata, jawabannya, kata Silalahi, adalah adanya kesamaan sifat di antara mereka. Yakni, sama-sama mencintai Indonesia merdeka yang bersatu dan demokratis (Suratmin, 2014).
KEDATANGAN ORANG-ORANG ARAB
Berbicara tentang A.R. Baswedan tidak dapat dilepaskan dari kisah tentang migrasi orang-orang Arab dari Hadramaut ke Nusantara, demografi, dan persebarannya. Oleh karena itu, ketika membicarakan tentang kiprah A.R. Baswedan dalam menyemai keindonesiaan kita, berarti juga memberikan pengetahuan kepada kita tentang orang-orang Arab di Nusantara.
Berbeda dengan orang-orang Tionghoa yang telah dikaji oleh banyak ahli dan menghasilkan puluhan bahkan ratusan buku maupun artikel, kajian komunitas Arab di Indonesia masih sangat terbatas.
Kondisi itu agak mengherankan. Padahal, komunitas itu telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembentukan budaya, agama, hubungan sosial, bahkan politik di Indonesia.
Kedatangan orang-orang Arab di Indonesia tidak dapat diketahui secara pasti. Dalam buku Sejarah Islam di Indonesia yang ditulis Ismail Yacub disebutkan bahwa kedatangan orang-orang Arab di Nusantara sudah berlangsung sebelum agama Islam lahir.
Hal tersebut didasarkan pada sebuah kisah dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa orang Arab mengadakan perjalanan di musim dingin dan musim panas. Kalau musim dingin, mereka mengadakan perjalanan ke selatan, yaitu ke Yaman dan sekitarnya. Bahkan, lebih jauh sampai ke berbagai pulau Nusantara.
Sedangkan pada musim panas, mereka mengadakan perjalanan ke ytara, yaitu ke Suriah, malah sampai ke Eropa. Setelah agama Islam, mulai diketahui agak lebih jelas kedatangan orang Arab di Indonesia. Pada masa itu, mereka sudah mengemban dua tujuan sekaligus, yakni berniaga dan menyiarkan agama Islam (Patji, 1988).