Cliffton Wijaya, Skuad Tim Peraih Emas Basket Putra di ASEAN School Games 2024: Tak Menyerah meski Sempat Kalah

Sabtu 17-08-2024,07:27 WIB
Reporter : Novia Herawati
Editor : Mohamad Nur Khotib

“Kami menang dengan dramatis, selisih poinnya tipis, 56-54. Itu pun akhirnya bisa unggul di menit-menit akhir,” ujar Cliffton.

Berkat kegigihan Cliffton dan sebelas pebasket muda yang tergabung dalam Timnas Basket Putra Indonesia, sejarah baru kembali terukir. Selamat.

Di sisi lain, terlepas dari prestasi gemilangnya. Siapa sangka, belum banyak yang tahu bahwa Cliffton kecil tidak cinta dengan bola basket. Ia justru menekuni cabang olahraga lain, yakni futsal

“Dulu setiap jam istirahat sekolah, senang main futsal. Lalu waktu ikut ekstrakurikuler, ingat banget kelas 3 SD, kaki aku cedera, ligamen ankle robek,” ucap laki-laki setinggi 190 sentimeter tersebut.

Sejak saat itu, kedua orang tuanya melarang Cliffton untuk bermain basket. Orang tua kemudian menawarkan beberapa pilihan cabang olahraga lain kepada sang anak. Salah satunya bola basket.

Sang ayah pun mulai mengenalkan apa itu basket kepada Cliffton. Cukup gigih, berkali-kali ia mengajak sang putra untuk menonton pertandingan basket. Biar merasakan.

BACA JUGA:Maarten Paes Unjuk Kebolehan Main Basket, Proses Naturalisasinya Sampai Mana?

BACA JUGA:Sensasi Main Basket di Mall: Basketball Clinic di Kopi Good Day DBL Festival 2024

“Sempat les basket, dipaksa oleh papa. Tetapi karena belum suka sama basket, ya sering izin,” kata Cliffton sedikit terkekeh.

Singkat cerita, Cliffton mengikuti turnamen bola basket. Saat itu, usianya baru menginjak 10 tahun. Cliffton masih begitu ingat, bagaimana ia dibuat tidak berkutik oleh lawan mainnya

Sang ayah yang geram pun mencoba memberikan motivasi untuk anaknya. "Ini loh, musuhmu jago-jago. Masa kamu gak mau serius basket?" ujar Cliffton menirukan ucapan ayahnya saat itu, persis dengan mimik dan cara bicaranya.

Kegigihan ayahnya berbuah manis. Di situlah titik balik seorang Cliffton Wijaya. Pemain basket muda serba bisa yang awalnya terpaksa menjadi cinta.

“Kadang memang butuh pecutan untuk memotivasi anak. Orang tua Cliffton luar biasa dalam hal itu,” ucapnya dengan wajah berseri-seri mengingat momen indah itu.

Sejak saat itu, tanpa disuruh, Cliffton berangkat les bola basket setiap pagi dan sore. Tidak ada lagi drama-drama izin les karena malas. Begitu dahsyatnya kekuatan cinta pada basket.

Tak terasa, kini sudah 10 tahun Cliffton bergelut di dunia bola basket. Lika-liku sudah pasti pernah dilaluinya. Tak perlu dihitung berapa banyaknya. 

Rasa bosan atau jenuh pun diakui Cliffton kerap menghantuinya. Terutama saat pandemi Covid-19. Kita sepakat, masa-masa itu memang sulit. Tidak sedikit dari kita yang jenuh hingga memutuskan untuk menyerah. 

Kategori :