Pengukuhan Mahasiswa Baru Universitas Airlangga Program Magister dan Doktor

Sabtu 31-08-2024,23:05 WIB
Oleh: Bagong Suyanto*

Hery menambahkan, peluang artikel terbit di jurnal internasional sebetulnya sangat besar. Namun, untuk menuju ke arah sana, yang dibutuhkan adalah ketekunan dan kesediaan untuk mau belajar.

Kolaborasi antara dosen dan mahasiswa adalah salah satu solusi yang efektif. Pengalaman telah banyak membuktikan bahwa adanya kerja sama yang baik antara mahasiswa dan pembimbingnya adalah cara untuk menghasilkan artikel jurnal yang berkualitas. 

Hery pun telah mengingatkan bahwa yang dituntut untuk memiliki integritas akademik tidak hanya dosen, tetapi juga mahasiswa. Mahasiswa perlu mengembangkan kejujuran, kerja keras, dan integritas yang kuat agar tidak terjerumus dalam praktik lancung ketika dituntut untuk menulis artikel di jurnal internasional. 

Kasus di sejumlah perguruan tinggi telah banyak memperlihatkan bahwa integritas akademik adalah kunci kemajuan. Menulis artikel untuk sebuah jurnal bereputasi bukanlah proyek yang bisa ditenderkan atau dititipkan kepada orang lain. 

Bukan hanya mahasiswa, para dosen pun –menurut Prof Hery– harus dikonstruksi agar tidak menoleh ke kanan dan kiri. Mendorong mahasiswa menulis di jurnal internasional niscaya akan lebih kuat jika berkolaborasi dengan para dosen yang membimbingnya. Demikian harapan Prof Hery.

TIGA KARAKTER

Dalam sambutannya, rektor Universitas Airlangga menggarisbawahi tiga karakter dari mahasiswa di jenjang magister dan doktor yang harus dimiliki. 

Pertama, memiliki sikap dan pola berpikir yang kritis. Berbeda dengan siswa di jenjang sekolah dasar yang lebih banyak dijejali dengan pengetahuan secara top down, mahasiswa di jenjang S-2 dan S-3 perlu mengembangkan sikap kritis secara mandiri. 

Mereka tidak hanya dituntut untuk selalu ingin tahu dan belajar sepanjang hayat, tetapi juga kritis menyikapi dunia di sekitarnya. 

Kedua, memiliki dan mampu mengembangkan daya pikir yang didukung dengan cara berpikir keilmuan yang objektif dan rasional. Seorang lulusan program S-2 dan S-3 tentu tidak elok jika hanya mengembangkan pemikiran yang monoton. 

Dengan bekal keilmuan dan pemikiran akademik yang dimiliki, mereka niscaya harus mampu menawarkan pikiran-pikiran yang terbuka dan tidak bias oleh kepentingan apa pun. 

Ketiga, mampu menawarkan solusi terhadap berbagai persoalan, baik di tingkat kelembagaan, kehidupan sehari-hari, maupun solusi terhadap berbagai persoalan kebangsaan. Seseorang yang lulus dari jenjang program S-2 dan S-3 niscaya harus memiliki kepekaan lebih dan cara pandang yang objektif melihat berbagai persoalan yang muncul di masyarakat. 

Sungguh ironis bila ada mahasiswa S-2 dan S-3 yang justru menjadi bagian dari masalah yang timbul di masyarakat. Alih-alih menjadi permasalahan, justru lulusan S-2 dan S-3 harus mampu menawarkan berbagai alternatif solusi untuk memecahkan masalah yang timbul di lapangan sesuai bidang keilmuan yang mereka pelajari. 

Saat ini kita tahu di Indonesia jumlah lulusan dari level pendidikan S-2 dan S-3 hanya sekitar 0,45 persen dari jumlah angkatan kerja. Jumlah itu masih jauh dari layak untuk menjadi penyokong kemajuan dan upaya Indonesia untuk menjadi bagian dari negara yang modern dan maju. 

Indonesia ke depan membutuhkan mahasiswa baru dari jenjang pascasarjana minimal 200 ribu lulusan. Angka itu untuk mencapai posisi 3 persen angkatan kerja yang berasal dari lulusan S-2 dan S-3.

Di era persaingan antarbangsa yang makin ketat, Indonesia tidak mungkin hanya mengandalkan pada pekerja yang hanya berpendidikan SMA ke bawah atau hanya berpendidikan sarjana sekalipun. 

Kategori :