BEGITU menggeluti dunia pergulaan nasional, saya merasa perlu terus menulis tentang ini. Apalagi, dinamikanya sangat menarik. Saat salah satu BUMN gula, yakni PTPN Group, melakukan transformasi besar.
Mula-mula karena industri gula nasional kita terus merosot. Sampai titik terbawah. Yang menjadikan Indonesia sebagai pengimpor gula sejak 1967. Terus menurunnya produktivitas tebu gula juga membuat sejumlah pabrik gula tutup.
Itulah yang membuat Dirut PTPN III Holding (Persero) Muhamad Abdul Ghani terenyuh. Selama mengenalnya, saya sudah dua kali menyaksikan ia menangis di depan umum. Saat menyampaikan kondisi industri pergulaan nasional kita. Tangis sedih.
BACA JUGA: Korupsi PTPN XI Tunggu Tersangka
BACA JUGA: Direktur PTPN XI Diperiksa KPK
Tangis pertama saya saksikan di akhir tahun 2021. Saat ia menyosialisasikan berbagai rencana aksi korporasi besar untuk membenahi industri gula nasional. Yang menjadi salah satu core business utama PTPN Group. Yang memiliki 36 pabrik gula di seluruh Indonesia.
Dalam pertemuan besar para pimpinan PTPN Group di Semarang, ia menceritakan masa kecilnya di Sragi, Pekalongan. Di desanya itulah berdiri PG Sragi milik BUMN gula. Yang setiap pulang pergi sekolah selalu dilewati. Saat itu ia menyaksikan makmurnya para karyawan dan keluarga mereka.
Gambaran tentang makmurnya para karyawan pabrik gula itu membuat ia mimpi mengikuti jejak mereka. Ia lantas meneruskan studi di IPB setelah lulus SMA. Dari perguruan tinggi khusus ilmu pertanian itu, ia mempunyai jalan untuk mewujudkan mimpinya.
BACA JUGA: KPK Geledah PT PTPN XI Surabaya
BACA JUGA: Java Cofee PTPN XII Hadir di KTT G20 Bali
Saya belum lama sempat mengunjungi PG Sragi. Yang memang kondisinya masih mengenaskan. Tidak bisa beroperasi secara penuh. Karena kekurangan bahan baku tebu. Baru tahun ini PT SGN mulai tanam tebu agak luas. Sambil menunggu petani tertarik kembali menanamnya.
Kondisi itulah yang membuat ia menangis setiap kali. Tapi, tangis yang tak berhenti dalam kesedihan. Ia kemudian memiliki dendam untuk memulihkan industri gula nasional setelah dipercaya menjadi orang pertama di PTPN III Holding (Persero).
Tangis kedua baru saja saya saksikan pekan lalu. Saat ia memberikan sambutan dalam acara penghargaan kinerja di lingkungan PTPN III Holding. Dalam sambutannya, ia menyampaikan perkembangan mutakhir hasil transformasi industri gula yang dipimpinnya. Yang di pertengahan musim giling sudah ada pabrik yang rendemennya tembus angka 9.
Itu jelas capaian yang menggembirakan. Sebab, biasanya dalam waktu yang sama sulit untuk tembus rendemen sebesar itu di tahun-tahun sebelumnya. Jelas merupakan perubahan tata kelola industri gula yang langsung tampak hasilnya.
Saat menyampaikan itu, ia sempat berhenti lama. Menitikkan air mata. Karena terharu. Sangat emosional. Bahkan, sampai harus menghapus air mata yang keluar dengan tisu yang buru-buru diberikan panitia ke atas panggung. ”Terima kasih. Ini merupakan hasil kerja kita bersama,” katanya tersendat.