Kemampuan memahami karakter, budaya, dan pola komunikasi dengan warga Jatim merupakan elemen penting dalam mempertahankan gaya kepemimpinan yang mampu diterima semua unsur golongan.
Ditunjang dengan kuatnya sinergisitas antarinstansi dan pola pendekatan kepada warga masyarakat telah berhasil menelurkan berbagai prestasi atas kinerja yang memuaskan.
Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku seorang pemimpin yang mampu mengarahkan aktivitas kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama.
Gaya kepemimpinan juga dapat dipandang sebagai paradigma pengaruh antarpribadi yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Dan, sebagai elemen pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan interaksi (Tannembaum, Weschler, dan Massanik, 1961).
Maka, secara leadership, seorang gubernur Jatim merupakan representasi rakyat yang dipimpinnya, yang mampu mengakomodasi dan menyajikan solusi atas dinamika persoalan yang dihadapi warganya.
Mengakomodasi dinamika perubahan yang begitu cepat pascapandemi Covid-19, permasalahan isu-isu strategis penting untuk dipertimbangkan dan bisa dikemas oleh KPU sebagai bahan atau materi pada ajang debat cagub-cawagub nanti.
Berdasar survei yang dilakukan Lembaga KataData Insight Center pada Mei 2024 lalu, terjaring aspirasi warga masyarakat yang menginginkan para cagub-cawagub untuk menekankan sejumlah isu yang sangat urgen mendapat perhatian.
Isu-isu yang menjadi perhatian responden, antara lain, ialah penyediaan lapangan kerja sebesar 21,6%, jaminan kesehatan/kesra 19,5%, harga bahan pokok 15,8%, pendapatan masyarakat 12,9%, biaya pendidikan 9,6%, transportasi publik 8,7%, demokrasi 3,5%, lingkungan hidup 3,4%, dukungan kewirausahaan 3,3%, lain-lain 1,8%.
Ada baiknya semua kandidat fokus ke program andalan masing-masing sehingga memperkaya pilihan rakyat untuk memperoleh opsi kebijakan bagi kepentingan mereka. Petahana perlu bekerja keras fokus meyakinkan bahwa program kerja yang dijanjikan di pilkada Jatim sebelumnya sudah dipenuhi semua selama menjabat gubernur.
Sebaliknya, calon gubernur penantang mengajukan program alternatif dari program yang ditawarkan petahana, setelah mungkin saja melihat celah kekurangan program yang ada periode sebelumnya. Dengan demikian, pada titik itu masyarakat akan teredukasi bagaimana mekanisme para calon pemimpinnya mengeksekusi program-program pembangunan daerahnya.
Tema adu gagasan para cagub dan cawagub tentu saja tidak jauh dari kerangka kerja yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur periode sebelumnya dan telah secara jelas memuat prioritas program Nawa Bakti Satya yang poin utamanya adalah Jatim Sejahtera, Jatim Kerja, Jatim Cerdas dan Sehat, Jatim Akses, Jatim Diniyah, Jatim Agro, Jatim Berdaya, Jatim Amanah, Jatim Harmoni, dan CETTAR.
Sebagai awal pembahasan, kita ambil tiga bahasan isu strategis yang menempati porsi relatif besar.
Pertama, masalah penyediaan lapangan kerja. Dilansir dari Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Februari 2024 sebesar 3,74 persen. Persentase itu turun 0,59 persen jika dibandingkan dengan Februari 2023. Sedangkan jumlah angkatan kerja per Februari 2024 bertambah 720,40 ribu orang menjadi 24,14 juta orang bila dibandingkan dengan Februari 2023.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 73,02 persen, naik 1,52 persen daripada TPAK Februari 2023. Sedangkan penduduk yang bekerja sejumlah 23,24 juta orang atau bertambah 831,28 ribu orang daripada Februari 2023.
Artinya, angka penyediaan lowongan kerja dalam tren meningkat selaras dengan meningkatnya angka realisasi proyek yang acuannya adalah realisasi investasi Jatim yang meningkat pada triwulan III 2023 sebesar 25,1 persen quarter-to-quarter (QtQ), jauh di atas nasional yang tumbuh 7,0 persen. Selain itu realisasi penanaman modal asing (PMA) Jatim pada triwulan yang sama meningkat sebesar 7,3 persen dengan keuntungan 41,6 persen.
Kedua, masalah jaminan kesehatan/kesejahteraan rakyat (kesra). Layanan kesehatan primer merupakan prioritas kebijakan yang perlu peningkatan, terutama untuk warga masyarakat yang sulit dijangkau karena jaringan infrastruktur kurang memadai.