HARIAN DISWAY - Guna memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian yang lebih serius, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mulai melakukan penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan.
Tindakan yang biasa disebut dengan safeguard measures itu dilakukan pemerintah dalam hal ini KPPI atas lonjakan jumlah impor produk terpal dari plastik, serat sintetis dari polipropilena, polietilena, dan polietilena densitas rendah.
Produk ini memiliki kode Harmonized System (HS) delapan digit, yaitu ex3921.90.90, ex3926.90.99, dan ex6306.12.00 sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022. Tentang penyelidikan itu, Ketua KPPI Franciska Simanjuntak menjelaskannya.
Bahwa penyelidikan ini didasarkan pada permohonan dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) mewakili industri dalam negeri yakni PT Unggul Karya Semesta dan PT Politama Pakindo yang diterima KPPI pada Jumat, 22 Agustus 2024.
BACA JUGA: Otorita IKN Tawarkan Lahan Investasi untuk Para Pelaku UMKM
"Berdasarkan bukti awal permohonan penyelidikan, KPPI menemukan fakta adanya indikasi kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami pemohon," ucap Fransisca dalam keterangan resminya pada Rabu, 18 September 2024.
"Hal itu menunjukkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri yang menurun selama periode 2021-2023 sehingga kami harus turun tangan," lanjutnya.
Menurutnya, indikator-indikatornya terlihat jelas yakni meliputi penurunan produksi, penjualan domestik, kapasitas terpakai, jumlah tenaga kerja, pangsa pasar industri dalam negeri, kerugian finansial, serta peningkatan persediaan.
BACA JUGA: Catatan Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah: Kebijakan Fiskal dan Postur APBN 2025
Adapun menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dalam tiga tahun terakhir (2021—2023) terdapat peningkatan jumlah impor terpal dari plastik, serat sintesis dari polipropilena, polietilena, dan polietilena densitas rendah dengan tren sebesar 8,74 persen.
Pada 2023, impor produk tersebut ke Indonesia tercatat sebanyak 5.504 ton, naik 15,70 persen dari periode 2022 yang tercatat 4.757 ton. Sebelumnya pada 2022, nilai impor tersebut juga naik dari 2021 yang tercatat sebesar 4.655 ton.
Impor utama Indonesia untuk produk ini pada 2023 berasal dari Tiongkok dengan pangsa impor sebesar 61,89 persen, diikuti Korea Selatan 30,61 persen, dan Vietnam 7,49 persen. Selain ketiganya, pangsa impor dari negara-negara berkembang masih di bawah tiga persen.
BACA JUGA: Puluhan Juta Pekerja Bakal Di-PHK Tahun 2025
Itu terhitung dari total impor pada tahun yang sama. "KPPI mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk mendaftar sebagai pihak yang berkepentingan dan disampaikan tertulis selambat-lambatnya 15 hari sejak tanggal pengumuman,” katanya.
Dijelaskannya, upaya ini adalah bagian komitmen pemerintah dalam mengoptimalkan instrumen tindakan pengamanan dengan memberlakukan pembatasan jumlah impor barang sejenis yang bersaing secara langsung.