HARIAN DISWAY - Dalam diskusi mendalam yang diadakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Tanjung Pura, Pontianak, para pakar menyoroti tantangan serius yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia, Rabu, 3 September 2024.
Meskipun Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menekankan bahwa kekayaan alam harus dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat, banyak permasalahan, seperti mafia pertambangan, deforestasi, dan ketidakadilan distribusi, yang menghambat pencapaian tujuan tersebut.
Para akademisi menyerukan perlunya etika penyelenggara negara dan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan agar kedaulatan SDA dapat benar-benar terwujud.
FGD BPIP di Pontianak
Dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertema "Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara dalam Berbangsa dan Bernegara: Kedaulatan Sumber Daya Alam" yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), harapan besar diletakkan pada presiden terpilih, Prabowo Subianto, untuk menjadi panglima dalam memberantas mafia pertambangan, perkebunan sawit, serta tindakan deforestasi.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila, Agus Surono, menyoroti masalah deforestasi yang semakin parah, mencapai 115.500 hektar per tahun pada periode 2019-2020, serta ribuan lubang bekas tambang yang belum direklamasi.
Menurutnya, ketidakadilan distribusi hasil SDA di daerah kaya seperti Papua, yang justru mengalami kemiskinan tinggi, menjadi tantangan utama.
"Fenomena ini sering disebut sebagai ‘resource curse’ atau kutukan sumber daya, di mana kekayaan alam tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat," ujar Agus Surono.
BACA JUGA:Pemerintah Akan Evaluasi Lebih Dari 500 Perizinan Perusahaan Sawit
BACA JUGA:Metode Penyekapan di Duren Sawit
Agus juga menyatakan bahwa regulasi yang ada masih kurang relevan, menekankan pentingnya etika penyelenggara negara dalam pengelolaan SDA dengan prinsip keberlanjutan, transparansi, dan akuntabilitas. Dia juga mengingatkan akan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait SDA.
Terkait kedaulatan SDA, Agus mempertanyakan apakah kepemilikan saham pemerintah di Papua benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat setempat.
(FGD) bertema -BPIP-
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Papua, Maikel Primus Peuki, menambahkan bahwa pembangunan tanpa melibatkan masyarakat lokal sering kali berujung pada konflik dan kerusakan lingkungan.
"Ada sekitar 5-6 perusahaan yang melakukan deforestasi dan menyingkirkan masyarakat dari ruang hidup mereka," tuturnya.
Dosen Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura, Aji Ali Akbar, juga mengkritisi tingginya angka stunting di daerah kaya SDA seperti Papua. Ia menyatakan bahwa pengelolaan SDA yang buruk dan alih fungsi lahan menjadi penyebab utama bencana alam, seperti banjir dan longsor.