Pendidikan formal harus didukung pendidikan informal di rumah dan lingkungan sosial. Selain itu, pendidik harus menjadi lebih dari sekadar penyampai materi: mereka harus menjadi panutan moral dan etika. Alih-alih membebankan para pendidik dengan tugas-tugas adminsitratif yang terkadang seoalah tidak berujung.
Begitu pula siswa, mereka perlu diberi ruang untuk belajar secara kritis dan reflektif. Dengan demikian, mereka bisa mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang kehidupan. Bukan sekadar mengejar angka di atas kertas.
Bagi masyarakat Indonesia, perlu ditumbuhkan budaya yang mengapresiasi nilai-nilai nonmaterial. Pendidikan harus lebih dari sekadar instrumen produktif. Ia harus menjadi katalis bagi kemanusiaan yang lebih baik. Pendidikan yang hanya menghasilkan lulusan dengan keterampilan teknis tanpa pemahaman moral adalah pendidikan yang nirmakna.
Akhirnya, pendidikan tidak hanya harus mampu ”bake the bread”. Tetapi, juga membangun landasan filosofis yang membuat roti tersebut memiliki makna bagi kehidupan manusia. Itulah tantangan besar bagi pendidikan kita: bagaimana menciptakan individu yang tidak hanya produktif, tetapi juga kritis, etis, dan reflektif.
Jadi, sembari menyorong pendidikan ke depan, semoga pemerintah baru memiliki arah baru yang memuaskan dahaga filosofis pendidikan di Indonesia. Sebab, makin banyak roti kita makan, makin ingin kita meneguk minum. (*)
*)Adi Tri Pramono adalah pengajar filsafat di FEB, Universitas Mulawarman.