Fauzan: ”Sakit hati, Pak. Dia merendahkan istri saya, ibu saya. Dia ngatain istri saya pelacur, orang tua saya pelacur.” Maka, Sinta dibunuh Fauzan.
Cara pembunuhan, Sinta dicekik. Setelah pingsan, tubuh Sinta diangkat menuju gang rumah. Berarti, diangkat menuruni tangga, menuju gang rumah. Kemudian, Fauzan mengambil golok, menggorok leher Sinta sampai kepalanya putus.
Fauzan: ”Saya juga nggak tahu, Pak. Saya waktu itu nggak ngelihat apa-apa. Bikin emosi aja kali, yak?”
Terus, ”Kepala (Sinta) mah saya buang duluan, malam itu. Badannya saya bungkus dulu. Baru besoknya (dibuang).”
Dari pengakuan tersebut, Fauzan memindahkan tubuh korban yang pingsan ke gang rumah karena akan menggorok. Seandainya penggorokan dilakukan di dalam rumah, darahnya bakal menyebar dan sulit dibersihkan. Sedangkan, kalau dilakukan di gang rumah, darah korban langsung terserap ke tanah.
Tersangka dijerat Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana, juncto Pasal 338 KUHP, pembunuhan biasa. Ancaman hukuman mati, setidaknya penjara seumur hidup.
Tidak terjelaskan, apakah Sinta masih hidup saat digorok atau sudah mati saat dicekik. Tidak terjelaskan. Polisi tidak mengumumkan hasil autopsi penyebab kematian korban. Namun, jenazah sudah dikembalikan polisi kepada pihak keluarga, tiba di rumah duka Sabtu, 2 November 2024, sekitar pukul 16.00 WIB.
Jenazah Sinta, menurut Zulfikri, dalam kondisi utuh atau kepala dan badan sudah tersambung. ”Setelah tiba, langsung diberangkatkan, dimakamkan,” ungkapnya.
Dari pengakuan Fauzan, kelihatannya itu pembunuhan spontan (Pasal 338 KUHP), kalau Sinta meninggal setelah dicekik. Tapi, kalau Sinta meninggal akibat digorok, berarti ada unsur perencanaan, Pasal 340 KUHP.
Ancaman hukuman dua pasal tersebut beda jauh. Pasal 340, ancaman hukuman mati. Pasal 338, ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Polisi menjerat tersangka dengan dua pasal itu. Tujuannya, kalau meleset yang satu, dikenakan yang satu lagi.
Dalam kriminologi, itu disebut crime of passion (kejahatan karena nafsu marah). Pembunuhan karena kemarahan yang meluap. Dalam crime of passion, pelakunya orang dekat korban, bisa suami/istri, pacar, atau mantan. Crime of passion kebanyakan brutal atau sadis.
Pakar perilaku kriminal dari Inggris, Stanton E. Samenow (penulis buku best seller, Inside the Criminal Mind) menulis di Psychology Today, 19 Agustus 2014, berjudul Are We All Susceptible to Crimes of Passion?, tentang hal itu.
Diungkapkan, crime of passion terjadi akibat ledakan kemarahan pelaku terhadap korban. Penyebab ledakan kemarahan bisa beragam. Intinya, ledakan itu membuat pelaku bertindak sangat brutal.
Samenow: ”Cuma sedikit orang yang sangat marah, meledak-ledak, kemudian membunuh orang yang dimarahi. Kebanyakan orang yang begitu tidak sampai membunuh.”
Disebutkan, di antara sedikit orang yang marah, kemudian membunuh, adalah orang yang tidak mampu mengenalikan emosi. Dan –ini indikator penting– orang tersebut sudah membayangkan akan melakukan tindakan ekstrem sebelum benar-benar membunuh korban.
”Bakal gue keluarin isi perut, lu.” Atau, ”Bakal gue pecahin kepala, lu.” Atau, ”Bakal gue buntungin kaki, lu.” Atau, bayangan tindakan ekstrem lainnya sejenis itu.