Pada tulisan Samenow tersebut, ada ilustrasi tentang pria bernama Toby yang belum lama bercerai. Kemudian, Toby mendatangi rumah mantan istrinya dengan membawa dokumen yang perlu ditandatangani mantan istri. Dokumen itu persyaratan pengadilan terkait perceraian mereka.
Toby datang ke rumah mantan istri, dipersilakan masuk. Lantas, Toby menyodorkan dokumen untuk diteken mantan. Ternyata si mantan mengomel. Mereka jadi bertengkar, seperti saat masih menikah dulu.
Pertengkaran itu membuat Toby kalap. Ia meraih pisau di dapur, lantas menghunjamkannya ke tubuh mantan berkali-kali. Tewas berdarah-darah. Crime of passion.
Disebutkan, ketika mantan mengizinkan masuk rumah, Toby sama sekali tidak berniat untuk mencelakai mantan. Yang Toby inginkan hanyalah formulir-formulir itu diteken mantan.
Tapi, sebelum maupun setelah perpisahan, Toby berkali-kali berfantasi untuk membunuh si mantan. Fantasi ekstrem. Saking jengkel dan bencinya Toby kepada mantan.
Pada hari benar-benar membunuh, Toby sudah ”diprogram” untuk membunuh dan melanjutkan melakukan apa yang telah ia fantasikan berulang-ulang dalam jangka waktu lama.
Evaluasi lebih lanjut terhadap Toby menunjukkan bahwa ia adalah orang yang pemarah, tidak kenal kompromi, punya kesulitan di tempat kerja, dan dengan anggota keluarga lainnya. Cara yang ia sukai untuk menghadapi kesulitan bukanlah dengan berusaha mengatasi kesulitan.
Sebaliknya, ia berusaha mengendalikan orang lain dan, dalam benaknya, ia menghancurkan orang lain yang ia anggap sebagai sumber kesulitan.
Samenow: ”Kita mungkin menjadi frustrasi dan marah ketika merasa diperlakukan tidak adil, dihina, atau dikhianati. Namun, kita bereaksi terhadap kekecewaan, frustrasi, dan pengkhianatan dengan cara yang sesuai dengan karakter kita. Itulah yang dilakukan kebanyakan orang.”
Jutaan orang di dunia setiap hari mengalami masalah serius dalam hidup mereka. Problem itu menguras kesabaran, dompet, dan psikologis mereka. Namun, mereka tidak bereaksi dengan menghancurkan sumber kesulitan mereka.
Membunuh orang yang mereka anggap sebagai sumber masalah bukanlah karakter kebanyakan orang. Cuma sedikit orang yang tidak mampu mengatasi itu. Dan, mereka jadi pembunuh.
Teori Samenow itu bisa menjadi peringatan buat kita.
Jika suatu saat kita benci kepada seseorang, lantas kita berfantasi bakal melakukan tindakan ekstrem terhadap orang itu, ingatlah teori Samenow tersebut. Supaya tidak jadi pembunuh seperti Fauzan dan bakal dihukum mati. (*)