Dalam survei terhadap 5.500 pejudi, prospek peluang untuk memenangkan banyak uang merupakan faktor kuat mereka berjudi. Namun, faktor yang paling kuat adalah menyenangkan dan mengasyikkan. Jadi, orang berjudi sama saja dengan membeli hiburan.
Hal itu didukung oleh sebuah studi tahun 2009 oleh para peneliti dari Universitas Stanford di California, yang menemukan bahwa sekitar 92 persen orang berjudi memiliki ambang batas kerugian. Jika kekalahan masih di bawah ambang batas tersebut, para pejudi tidak akan pergi dari tempat judi.
Dikutip dari The Guardian, 12 Februari 2022, berjudul What gambling firms don’t want you to know-and how they keep you hooked, diungkapkan, cara perusahaan perjudian (bandar) membuat pejudi ketagihan.
Antara lain, banar membuat Anda merasa bahwa Anda memegang kendali dalam berjudi. Dengan perasaan bahwa Anda pegang kendali, Anda bakal terus kecanduan judi.
Ilustrasi: Tidak ada yang akan mempertaruhkan uang mereka pada kekalahan Liverpool 15-0 dari Port Vale. Sebab, mereka tahu bahwa itu hampir mustahil. Namun, dalam permainan yang sepenuhnya acak, pemain sama sekali tidak memiliki kendali atas keberhasilan taruhan mereka.
Bahkan, dengan asumsi bahwa permainan tersebut tidak dicurangi, tidak ada yang memiliki otoritas penuh atas hasilnya.
Jadi, para bandar judi berkreasi membikin seolah-olah Anda pegang kendali alam berjudi, padahal sebenarnya tidak. Pemegang kendali yang sesungguhnya adalah sang bandar.
The Guardian mengungkap, di Inggris setiap tahun pejudi kehilangan lebih dari 11 miliar pound sterling. Itu setara dengan hampir 164 pound sterling untuk setiap pria, wanita, dan anak di Inggris.
Kecintaan nasional yang menghasilkan banyak uang dari taruhan itu berutang banyak pada liberalisasi undang-undang perjudian di bawah pemerintahan Partai Buruh Tony Blair pada 2005.
Pertumbuhan sektor judi Inggris sejak saat itu telah menciptakan miliarder, seperti Denise Coates dari Bet365 dan Done bersaudara dari Betfred.
Di sisi lain, apa yang dimulai sebagai kegembiraan yang tidak berbahaya telah mendorong banyak pelanggan ke dalam kebangkrutan finansial, perpisahan keluarga, dan yang lebih buruk lagi.
Industri judi mempromosikan produk mereka, terutama melalui iklan di TV, media sosial, atau melalui sponsor klub sepak bola yang mendunia. Sebab, para bandar judi sudah meraup uang masyarakat sebanyak-banyaknya.
Dari ulasan tersebut, memang tidak gampang mencegah kerugian masyarakat akibat perjudian. Di negara maju seperti Inggris, perjudian legal dan dibiarkan. Meski, itu berdampak negatif terhadap para pejudi dan keluarga mereka.
Di Indonesia judi dilarang. Bahkan, situs judol diblokir. Tapi, para aparat yang semestinya bertugas memblokir malah minta duit kepada bandar. Jadi, rakyat Indonesia dikepung perilaku buruk para penyelenggara negara: Kalau tidak korupsi, aparat menerima uang sogok dari bandar judi. Parah. (*)