Sebongkah batu di tiap sudutnya menghasilkan nada yang berbeda-beda. Harian Disway mencoba menganalisa frekuensinya menggunakan aplikasi Tuner.
Di tiap bagian, nada berikut frekuensinya nya tak sama. Sudut bagian bawah sebelah kiri, menghasilkan frekuensi 648,4 hz. Sedikit ke tengah, frekuensinya 494,5 hz. Di bagian tengah sedikit ke bawah, 142,0 hz.
BACA JUGA:10 Rekomendasi Wisata Air Terjun di Jawa Timur
Hadi Poernomo dan kakeknya di Wisata Selo Bonang Argopuro. Kakeknya itulah yang mengilhami Hadi untuk membuka lahan dan mengembangkan kawasan itu.-Hadi Poernomo-
Namun, nada yang muncul memang seperti nada-nada gamelan. Tapi lebih kaya. Terdapat nada-nada kromatik atau nada yang berada di luar tangga nada diatonik. "Banyak budayawan serta pelaku musik yang mengunjungi tempat ini. Penasaran dengan batu-batu bernyanyi itu," ungkapnya.
Hal menarik lain, konon jika bunyi dalam batu itu direkam, hasil rekamannya akan berbeda dengan bunyi aslinya. Entah daya seperti apa yang mampu mengacaukan sistem digital dalam alat perekam. "Itu yang bikin pusing para pelaku musik," katanya.
Tapi karena tiap sudutnya menghasilkan bunyi, pemusik harus paham betul sudut yang dimainkan. Sebab, salah posisi sedikit, nadanya sudah berbeda.
BACA JUGA:Kisah Traveller Perempuan dari berbagai Negara Kagumi Wisata Indonesia
Jika batu-batu itu dimainkan, warga yang menghuni pedesaan di bagian bawah dapat mendengarnya. Meski sayup. "Gema suaranya dibawa oleh angin dan air dari beberapa sungai kecil. Lalu sampai di telinga mereka yang ada di bawah," ujarnya.
Lokasi wisata Selo Bonang itu masih terus dikembangkan. Tapi sudah banyak wisatawan yang datang. Baik dari dalam maupun luar negeri. Pun, anak-anak sekolah atau pecinta alam. Aiptu Hadi juga membuat spot lantai papan di salah satu sudut. Itu memungkinkan pengunjung melihat view yang lebih luas.
"Di kawasan lereng Argopuro ini terdapat sarang elang jawa. Di sebelah sana," ucapnya, lalu menunjuk arah selatan. Di situ terdapat pepohonan yang cukup rapat. Elang-elang Jawa kerap menempati lokasi itu untuk berkembang biak.
BACA JUGA:Pesona Barkhor Bazaar, Tibet, Meneguk Harmoni dalam Secangkir Teh
Dari konturnya yang berbukit-bukit, bila dilakukan penggalian lebih lanjut, bisa saja struktur yang tampak adalah susunan batu berundak. Seperti situs Gunung Padang di Jawa Barat.
"Perlu penelitian lebih lanjut. Yang jelas di sini adalah kawasan peradaban Megalitikum. Jika pada era Hindu-Buddha, di lereng Argopuro ini adalah tempat karesian. Tempat para resi bertapa," pungkasnya.
Di perbukitan sisi tengah di kawasan itu terdapat air terjun. Suaranya terdengar di ketinggian. Harian Disway pun bersantai sembari menikmati angin sepoi perbukitan dan tanah basah sisa hujan. Nuansa purba melintas era.(*)