Disparitas itu menunjukkan masih terdapat angka yang belum memenuhi TPAK sehingga masuk golongan tidak terserap bursa pasar kerja alias pengangguran. Di sisi lain, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan jumlah pekerja terbanyak, yaitu bertambah sebesar 200,95 ribu orang.
Mayoritas sektor pekerjaan utama mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja, kecuali sektor jasa lainnya dan sektor informasi dan komunikasi.
Kedua, permasalahan infrastruktur terkait koneksitas dan aksesibilitas jaringan antarwilayah kota dalam provinsi. Salah satu pendukung utama dalam pengembangan wilayah adalah pembangunan infrastruktur transportasi yang dapat membuat antardaerah/wilayah terkoneksi dan terintegrasi satu dengan yang lain.
Konektivitas wilayah menjadi salah satu strategi untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi (Bappeda, 2018).
Perumusan tiga konsep konektivitas, yaitu optimalisasi pertumbuhan ekonomi melalui kesatuan kawasan yakni dengan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui konektivitas antarwilayah yang menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan, dan pertumbuhan inklusif dengan pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar pada daerah terpencil (Muta’ali, 2015).
Untuk mendukung industri, perdagangan dan jasa antarkawasan, selain dibutuhkan konektivitas kewilayahan, juga diperlukan kemudahan (aksesibilitas) dalam distribusi barang, jasa, dan manusia yang salah satu dipengaruhi faktor tingkat pelayanan jalan (Priyambodo, 2015).
Makin tinggi tingkat aksesibilitas, akan makin mudah memberikan layanan barang, jasa, atau orang untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain (Morlock, 1995).
Meski demikian, adanya lima koridor jalur transportasi armada Trans Jatim telah meminimalkan kendala jalur distribusi penumpang dan barang di kawasan aglomerasi. Pada gilirannya, secara langsung maupun tidak langsung, itu mampu mendongkrak utilisasi rantai pasok sehingga menekan ongkos logistik.
Ketiga, masalah krusial yang perlu mendapat perhatian pemimpin baru di Jatim nanti adalah bagaimana menjaga kestabilan harga sembilan bahan pokok (sembako).
Harga sembako selalu menjadi perhatian masyarakat karena dampaknya terhadap daya beli dan kesejahteraan. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi harga, masyarakat dapat lebih siap menghadapi fluktuasi harga sembako.
Fenomena deflasi secara nasional yang terjadi selama lima bulan berturut-turut bukanlah mencerminkan melandainya harga barang itu sendiri, melainkan adanya aktivitas publik yang menahan pembelian karena daya beli menurun akibat tekanan ekonomi global.
Pemerintah daerah seyogianya mampu mengendalikan fluktuasi harga kebutuhan pokok sehari-hari agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tingkat konsumsi publik merupakan elemen penting pembentuk modal produk domestik bruto regional (PDRB).
Artinya, tingginya tingkat konsumsi barang dan jasa merupakan representasi tingginya daya beli masyarakat.
Keempat, masalah pemberantasan korupsi. Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) 2023, dari 10 daerah di Indonesia, yang menempati peringkat korupsi tertinggi adalah Jatim.
Hal itu juga mencerminkan lemahnya sistem pengelolaan dan pengawasan keuangan di berbagai sektor pemerintahan di provinsi tersebut, yang membuatnya rentan terhadap praktik korupsi.
ICW juga melaporkan bahwa hampir seluruh wilayah di Jatim terindikasi kasus korupsi, kecuali lima kabupaten/kota yang kecil persentase tingkat korupsinya, yaitu Kota Blitar dan Kabupaten Blitar, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Magetan, dan Kabupaten Pamekasan.