PROGRAM makan bergizi yang direncanakan Presiden Prabowo Subianto bertujuan meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan masyarakat, terutama bagi kelompok-kelompok yang kurang mampu atau memiliki akses terbatas terhadap makanan bergizi.
Program itu dirancang untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat, dengan fokus khusus pada anak-anak, ibu hamil, dan kelompok rentan lainnya yang paling membutuhkan dukungan nutrisi.
Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa kebutuhan nutrisi dasar terpenuhi bagi semua warga negara, mengurangi angka stunting, dan mendukung generasi yang lebih sehat dan produktif di masa depan.
BACA JUGA:Asal Punya Usaha Catering, Wali Murid Bisa Jadi Vendor Program Makan Bergizi Gratis
BACA JUGA:Menu Variatif Jadi Kunci Program Makan Bergizi Gratis
Pemerintah telah mengalokasikan dana Rp 71 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk mendukung pelaksanaan program itu.
Program makanan bergizi tersebut menawarkan dampak yang jauh lebih luas daripada hanya meningkatkan kesehatan masyarakat.
Dengan pendekatan holistik, kita dapat memahami bahwa kebijakan itu tidak hanya berfokus pada konsumsi manusia, tetapi juga memengaruhi berbagai aspek ekosistem, termasuk sektor peternakan, industri pakan ternak, dan keberlanjutan lingkungan.
BACA JUGA:Makan Bergizi Gratis di Surabaya, Pemkot Matangkan SOP hingga Alokasikan Dana Rp 1 Triliun
BACA JUGA:Prabowo Belajar Skema Makan Bergizi Gratis di Brasil, Bayu Airlangga: Keputusan Yang Tepat
Dari perspektif filsafat Marxisme, kebijakan itu tidak hanya dapat dilihat sebagai langkah pragmatis, tetapi juga sebagai upaya menciptakan tatanan ekonomi dan sosial yang lebih adil.
Dalam filsafat Marxisme yang muncul pada abad ke-19, tepatnya melalui karya-karya Karl Marx (1818–1883), kebijakan negara memiliki peran penting dalam mengurangi ketimpangan yang diakibatkan kapitalisme.
Kapitalisme cenderung memusatkan kekayaan dan kekuasaan di tangan segelintir orang sehingga akses terhadap kebutuhan dasar, termasuk pangan, tidak merata.
Dalam sistem kapitalisme, pangan sering kali diperlakukan sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan demi keuntungan. Akibatnya, kelompok masyarakat yang kurang mampu sering kali tidak mendapatkan akses memadai terhadap makanan bergizi.
BACA JUGA:Prabowo Ingin Belajar Kesuksesan Brasil Garap Makan Bergizi Gratis dan Energi Terbarukan