Jangan Bangga dengan Hasil Demokrasi Transaksi lewat 'Nyangoni'

Minggu 01-12-2024,11:33 WIB
Oleh: Henri Subiakto*

Bukan pula karena faktor dukungan partai identifikasi berdasar ideologi. Banyak variabel kemenangan politik calon dalam pemilihan itu yang menentukan atau memengaruhi. 

Selain faktor personal figur sosok pemimpinnya, ada faktor komunikasi, faktor ideologi politik, dan histori. Nah, sekarang ini ditambah faktor dana amunisi untuk nyangoni agar warga bersedia pergi ke TPS, lalu memilih figur yang mensponsori.

Pengawasan dan penegakan hukum yang seharusnya menjaga agar pemilihan bisa berjalan dengan jujur dan adil tampaknya makin jauh dari kenyataan. 

BACA JUGA:Demokrasi dan Kekuasaan: Antara Maslahat dan Mafsadat

BACA JUGA:Mengoreksi Pesta Demokrasi agar Tak Menyakiti Bumi

Tak sedikit aparat pengawas pemilu dan oknum penegak hukum malah berperilaku tidak netral atau membiarkan praktik-praktik gotong royong uang sangu dan ninggali tetap terjadi. 

Bahkan, munculnya manipulasi suara pun juga berpotensi. Hanya di wilayah yang warganya memiliki kesadaran politik tinggi hal demikian bisa terhindari. Terutama di perkotaan seperti di Jakarta dan kota-kota besar negeri ini.

Itulah demokrasi transaksional yang sekarang sedang terjadi, termasuk di kalangan akar rumput di beberapa daerah perdesaan negeri ini. Maka, tidak heran jika gara-gara demokrasi politik model begitu, kontestasi politik pemilu dan pilkada menjadi berbiaya sangat tinggi. 

BACA JUGA:Seni Politik Hospitalitas: Berdemokrasi Tanpa Kegaduhan dan Kebencian

BACA JUGA:Kuliah Umum Mahfud MD di Universitas Airlangga: Membangun Demokrasi yang Bermartabat

Hanya mereka yang punya dana besar atau punya akses ke sumber sumber keuanganlah yang berani ikut kontestasi, hingga bisa berhasil dapat banyak dukungan partai dan dukungan suara dari para pemilih yang makin perhitungan. Tanpa dana besar, fenomena kartelisasi partai dan politik uang tak bisa dilakukan politisi.

Dengan keadaan politik demikian, hendaknya tidak usah terlalu bangga bagi mereka yang memenangkan politik pilkada dalam demokrasi transaksi yang terjadi seperti sekarang ini. 

Bagi saya, sistem demokrasi kita ini harus terus dikoreksi dan diperbaiki. Agar yang terpilih menjadi pemimpin itu betul-betul karena berkualitas tinggi, bukan yang jadi pemimpin karena didukung kekuatan dana besar sebagai energi dan amunisi. 

Atau, tidak pula yang menggunakan uang-uang haram atau dana korupsi, untuk membeli suara warga negeri ini. 

Apakah di lingkungan desa Anda juga ada tanda-tanda terjadi seperti ini? (*)


*) Henri Subiakto adalah dosen FISIP Universitas Airlangga--

Kategori :