Menguak Epistemologi Judi Online (Judol)

Minggu 08-12-2024,17:36 WIB
Oleh: Adi Tri Pramono*

JUDI bukanlah fenomena baru. Ia adalah bayang-bayang peradaban manusia. Judi bahkan telah tertulis di dalam epik. Di India kuno, kita mengenalnya dalam kisah Mahabharata. Yudistira –pimpinan Pandawa, seorang yang bijaksana– terjerumus dalam taruhan melawan Duryodhana, pimpinan Kurawa. 

Dua kali bertaruh, dua kali Yudistira kalah. Dampak dua kekalahan itu tidak hanya dirasakan dirinya sendiri. Istrinya, Drupadi, tertawan. Keluarganya terhina. Kerajaannya hilang dan akhirnya memicu perang besar Baratayuda. Kisah itu menjadi pelajaran epik yang tak lekang oleh waktu. Tentang bagaimana perjudian bisa menjadi pemicu bencana dalam skala yang tidak terbayangkan. 

Judi bisa dikatakan setua peradaban manusia itu sendiri. Sejak manusia mengenal peluang. Di Mesopotamia, manusia mulai melemparkan dadu yang dibuat dari tulang hewan, berharap untuk mendapatkan keberuntungan. Di zaman Romawi, lotre dikenalkan sebagai cara membiayai proyek-proyek besar kekaisaran. Di Arab pun, sebelum masa Islam, nasib seseorang ditentukan oleh anak panah. 

BACA JUGA:Seribu Situs Judol, Wani Piro?

BACA JUGA:Manuver Info Budi Arie dalam Kasus Judol

Judi tidak lagi terbatas pada meja dadu atau lotre di sudut kota. Judi mengambil bentuk lain. Pada abad ke-20, kota seperti Las Vegas menjadikan judi sebagai bisnis yang mewah, gemerlap, dan mendunia. 

Kecanggihan teknologi juga tidak dilewatkan, judi akhirnya merambah dunia digital. Judi online adalah wajah modern dari praktik kuno itu, yang tetap membawa segala ancaman lamanya dalam skala yang lebih masif dan lebih berbahaya.

Sejarah panjang judi mengingatkan kita bahwa judi tidak pernah hanya soal uang. Judi adalah cermin dari hasrat manusia untuk mengambil risiko, melawan takdir, dan mencari kepastian di tengah ketidakpastian. Namun, seperti yang telah terbukti sepanjang zaman, taruhan besar hampir selalu diakhiri dengan kehancuran yang lebih besar.

BACA JUGA:Putaran Uang Judol

BACA JUGA:Budi Arie Setiadi Dibela Projo di Kasus Judol

Di Indonesia, meski dilarang secara hukum, kenyataan berkata lain. Judi tradisional masih eksis, dari taruhan kartu di kampung-kampung hingga arena sabung ayam. Pun, yang sedang dicemaskan saat ini, judi online, telah menjangkau semua lapisan masyarakat dengan cepat. Seperti yang telah tersiar, menurut laporan Menteri Komunikasi dan Digital, per 19 November 2024, telah terblokir 104.819 situs judi online

Pada 2 Agustus 2024, OJK juga merilis siaran pers pemblokiran 6 ribu rekening yang terindikasi terkait dengan transaksi judi online. Meski demikian, pelaku industri itu selalu menemukan celah baru, menggunakan platform media sosial dan aplikasi pesan instan untuk menjangkau pengguna. 

Data dari berbagai lembaga riset digital juga menunjukkan bahwa 70 persen pemain judi online di Indonesia adalah generasi muda berusia 17–35 tahun. PPATK bahkan mencatat bahwa kerugian ekonomi akibat judi online (judol) di Indonesia mencapai angka Rp 27 triliun per tahun. 

BACA JUGA:Mafia Judi Online: Mengapa Marak dan Mengapa Harus Diberantas?

BACA JUGA:Judi Online Mengancam Kesehatan Mental

Kategori :