BACA JUGA:Kencan Pertama: Perkosa
Kian lama kasus tersebut kian menarik perhatian masyarakat. Awalnya muncul pendapat pro-kontra. Ada warganet menyatakan, itu kriminalisasi terhadap penyandang disabilitas. Ada yang sebaliknya.
Di medsos terus bergulir. Warganet di Mataram kemudian menguliti Agus. Ternyata Agus doyan mabuk alkohol. Juga, suka menghirup lem (efeknya semacam mabuk narkoba).
Akhirnya Polda NTB menetapkan Agus tersangka sejak Senin, 9 Desember 2024. Tapi, Agus tidak ditahan di ruang tahanan polda, tetapi tahanan rumah selama 40 hari ke depan.
Mengapa Agus tahanan rumah? Sebab, seperti kata ibunda Agus, keseharian Agus tidak bisa mandiri. Mengenakan pakaian harus dibantu. Untuk kencing, ritsleting celananya harus dibantu dibukakan. Untuk berak, ia harus diceboki. Makan harus disuapi. Nah, Polda NTB belum punya fasilitas untuk itu.
BACA JUGA:Biadab, Puluhan Anak Laki-Laki Panti Asuhan Yatim Piatu Diperkosa
BACA JUGA:Gadis Usia 13 Tahun di Lebak, Banten, Diperkosa Bergilir, lalu Damai
Saking hebohnya kasus tersebut, sampai-sampai Menteri Sosial Saifullah Yusuf, biasa dipanggil Gus Ipul, mengunjungi Polda NTB untuk melihat langsung penyidikan Agus, Senin, 9 Desember 2024. Gus Ipul cuma ingin memastikan bahwa penyidikan Agus memenuhi ketentuan bagi penyandang disabilitas.
Gus Ipul: ”Saya sempat menyapa Agus, bagaimana kondisinya? Ia jawab, semuanya baik-baik saja. Sudah. Cuma itu saja. Saya tidak tanya yang lain-lain. Saya perhatikan penyidik di Polda NTB sudah menerapkan dengan baik aturan penyidikan buat penyandang disabilitas.”
Kasus itu heboh barangkali karena Agus adalah tunadaksa pertama Indonesia yang dilaporkan memerkosa 15 perempuan (mungkin jumlah korban berkembang). Belum pernah ada sebelumnya. Polisi pun menetapkan Agus tersangka setelah dua bulan dari saat laporan korban pertama.
BACA JUGA:Pemerkosa Anak Mati di Tahanan Depok
BACA JUGA:Kasus di Mojokerto, Pembunuh Perkosa Mayat
Terus, bagaimana Agus melucuti pakaian perempuan korban? Penyidik mengatakan, tersangka menelanjangi para korban dengan jari kaki.
Direktur Ditreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat kepada wartawan, Minggu, 1 Desember 2024, mengatakan:
”Berdasarkan fakta-fakta yang telah didapatkan dari proses penyidikan, pelaku merupakan penyandang disabilitas. Namun, pelaku tidak ada hambatan untuk melakukan pelecehan seksual secara fisik terhadap korban.”
Dilanjut: ”Pelaku melakukan persetubuhan terhadap para korban dengan menggunakan kekuatan kedua kakinya. Seperti membuka celana legging dan celana dalam korban dengan menggunakan jari kakinya. Dan, membuka kedua kaki korban dengan menggunakan kedua kaki. Begitu juga dalam melakukan kegiatan sehari-hari menggunakan kedua kakinya. Seperti menutup pintu, makan, tanda tangan, serta menggunakan sepeda motor khusus.”