”Saya ingin setiap tempat wisata dan pasar menyediakan suvenir khas Madura. Begitu susahnya kita mencari tongkos. Jangankan tongkos, bahkan baju lorek khas Madura merah putih pun sulit ditemukan dalam kualitas yang bagus,” ungkapnya.
Filosofi yang terkandung dalam tongkos berakar pada cerita Pangeran Cakraningrat V atau Pangeran Sudamukti. Salah satu simbolnya berasal dari hewan langka bernama me’emeh, yang menjadi lambang kesetiaan.
Hewan itu dikenal tidak akan kawin lagi setelah pasangannya mati, sebuah pesan moral tentang pentingnya menjaga kesetiaan. Nilai itu kemudian diterjemahkan ke dalam desain tongkos.
BACA JUGA:Selamat Hari Batik Nasional! Batik Gedhong Tuban Jadi Tema 2024
BACA JUGA:5 Batik Khas Tulungagung, dari Batik Lurik Bhumi Ngrowo hingga Batik Gajah Mada
Misalnya, empat lilitan tali pada tongkos melambangkan empat pihak yang harus dimuliakan: orang tua (bapak dan ibu), guru, dan pemimpin. Tinggi tongkos yang berjumlah sembilan juga memiliki makna filosofis, merujuk pada sembilan lubang di tubuh manusia yang harus dijaga sebagai bentuk kehormatan pada diri sendiri.
Tak hanya itu, posisi tali tongkos pun memiliki arti. Jika tali mengarah ke atas, itu melambangkan pemakainya masih lajang, sedangkan tali yang diikat ke samping menunjukkan bahwa pemakainya telah menikah.
Filosofi itu memperkuat posisi tongkos sebagai simbol budaya yang sarat makna, sekaligus merepresentasikan nilai-nilai luhur masyarakat Bangkalan.
BACA JUGA:8 Cara Merawat Kain Batik agar Selalu Terjaga Keindahannya
BACA JUGA:Akulturasi dalam Selembar Batik di Pesisir Pantai Utara Jawa
Di era modern seperti sekarang, tongkos batik menjadi contoh bagaimana tradisi dan inovasi bisa berjalan berdampingan. Meski ada perbedaan pandangan di kalangan seniman dan budayawan tentang pelestarian budaya itu, Rimbi Aria Raja berhasil membawa tongkos menjadi lebih fleksibel dan diterima berbagai kalangan.
Hal tersebut menunjukkan relevansi tongkos di dunia modern, yakni kebutuhan untuk menyesuaikan budaya dengan selera pasar menjadi penting. Seperti yang diungkapkan Rimbi, ”Yang penting mereka suka dulu, baru kita jelaskan tentang filosofi.”
Filosofi yang terkandung dalam tongkos tetap dijaga. Namun, penyesuaian desain memungkinkan Tongkos untuk diterima masyarakat luas, bahkan di luar Madura.
TONGKOS batik Madura saat dikenakan. -Dok Pribadi-
Melalui perkembangan itu, tongkos tidak hanya menjadi simbol identitas budaya, tetapi juga mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa mengurangi esensi nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
Itu adalah bukti bahwa pelestarian budaya bisa berjalan seiring dengan inovasi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat di masa kini.