AKBP Rovan: ”Setelah sampai di ujung gang rumah tersangka (sekitar pukul 21.00 WIB hari itu), korban menelepon, menghubungi tersangka, minta menjemput di luar gang rumah. Kemudian, tersangka menjemput korban.”
Mengapa begitu? Sebab, Sinta tahu, Fauzan tinggal bersama istri dan ibunya di rumah tersebut. Sinta tidak ingin bertemu istri Fauzan. Dia cuma minta tuna.
Fauzan keluar rumah, menemui Sinta. Kemudian, Fauzan mengajak Sinta naik ke lantai dua rumahnya. Sebab, rumahnya sepi. Istri dan ibunya tak di rumah. Sinta tetap tidak mau masuk.
Rovan: ”Korban mengatakan, ’Saya tidak mau, takut ada si perek.’ Yang dimaksud si perek ini istri dari tersangka.”
Perek, istilah zaman tiga dekade lalu (sesuai dengan usia mereka), kependekan dari perempuan eksperimen alias pelacur. Tentunya, Fauzan kaget atas ucapan tersebut. Ia tersinggung.
Ternyata, Sinta menambahi lagi dengan kalimat: ”Kamu kan juga anaknya perek.” Semua itu atas pengakuan tersangka kepada polisi. Tanpa saksi yang mendengar ucapan tersebut, kecuali tersangka dan korban yang sudah mati.
Seketika, Fauzan memiting leher Sinta. Membikin cekikan. Katanya, selama sekitar 20 menit. Sinta lemas. Kemudian, Fauzan membopongnyi naik tangga, masuk rumah. Ia takut diketahui orang. Di dalam rumah, Fauzan mencekiknyi lagi. Ingin memastikan kematian Sinta.
Rovan: ”Tersangka mencekik korban lagi selama 20 menit. Sampai wajah korban membiru. Barulah cekikan dilepaskan.”
Selanjutnya, Fauzan membawa tubuh Sinta ke kamar mandi yang letaknya di bawah. Ia membopong lagi tubuh Sinta turun tangga kayu itu. Tubuh Sinta dimasukkan kamar mandi.
Fauzan balik lagi naik untuk mengambil pisau jagal dan kantong plastik. Kemudian, ia balik turun menuju kamar mandi. Di sanalah leher Sinta digorok. Darah masih menyembur kencang. Membanjiri kamar mandi.
Kepala korban dimasukkan ke plastik. Kemudian, dimasukkan ke plastik lain, jadi dobel kantong plastik. Setelah kepala korban terbungkus, Fauzan mencopot celana dalam korban. Ternyata untuk dijadikan lap membersihkan darah di situ.
Rovan: ”Selanjutnya, tersangka menguliti korban pada ujung jari tangan jempol dan telunjuk kiri dan kanan. Mungkin tujuannya untuk menghilangkan sidik jari korban.”
Setelah beres, Fauzan membawa bungkusan plastik isi kepala itu ke arah utara. Akhirnya bungkusan itu dibuang di semak-semak di kawasan Pluit, Jakarta Utara. Lalu, ia balik pulang untuk membungkus potongan badan korban dengan lima lapis plastik dan karung.
Bungkusan tersebut disiapkan, dimasukkan lori (gerobak besi) yang biasa digunakan Fauzan untuk jual ikan tuna. Fauzan lantas memanggil temannya, pria yang biasa membantu Fauzan mengangkut ikan.
Si teman datang, membantu Fauzan menaikkan bungkusan besar itu ke lori, lantas lori didorong bersama sampai menuju jalan besar. Tiba di jalan besar, Fauzan menyewa mobil pikap untuk mengangkut itu.
Polisi mengatakan, pria yang membantu Fauzan itu tidak terlibat dalam perkara tersebut. Fauzan mengaku ke pria itu bahwa bungkusan tersebut ikan tuna dan si pria percaya karena sehari-hari Fauzan jualan tuna.