Nurma: ”Setelah mereka capek main petak umpet, mereka berpisah menuju kamar masing-masing. Si anak berjalan menuju kamarnya. Ia sempat mengucapkan, ’Mama… Papa… Aku tidur dulu.’ Lantas, orang tuanya melambaikan tangan, jalan menuju kamar mereka di lantai dua.”
Pembantaian terjadi Sabtu, 30 November 2024, sekitar pukul 01.00 WIB. Berarti, saat itu sekitar hampir dua jam setelah mereka usai main petak umpet. Tragedi dimulai di kamar Argadipa-Mitha, yang selanjutnya sudah diuraikan di media massa selama ini.
Sebab itu, Mitha kepada polisi awalnya bersikukuh bahwa pelaku bukan MAS, melainkan orang lain.
Nurma: ”Sebab, saat kejadian, di dalam kamar gelap. Setelah si anak menikam ayahnya berkali-kali, lalu ibunda terbangun dan berteriak histeris. Dia ketakutan, lari keluar kamar. Saat itulah, dia ditikam si anak beberapa kali. Tapi, si ibu terus berlari, kemudian keluar memanjat pagar besi halaman depan.”
Pengejaran MAS terhadap ibunda terhenti karena mendadak sang nenek keluar dari kamar karena suara berisik. Saat itulah MAS menghajar nenek dengan tikaman bertubi-tubi. Setelah nenek tumbang, MAS melanjutkan mengejar Mitha.
Tapi, Mitha sudah keluar memanjat dan meloncati pagar halaman. Sebab, dia tidak sempat mencari kunci pintu pagar yang berada di dalam rumah.
Namun, setelah polisi menunjukkan aneka bukti, termasuk rekaman CCTV, barulah Mitha (yang saat itu masih dirawat di RS Fatmawati) sangat terkejut. Menangis histeris. Tak hentinya.
Nurma: ”Sampai sekarang, kalau dia kami ajak bicara, tahu-tahu menangis sendiri. Dia masih sangat trauma. Kami penyidik pasti berhenti bertanya kalau dia sudah begitu.”
Polisi sudah menyampaikan permintaan maaf MAS kepada ibunda. Terus, bagaimana reaksi Mitha?
Nurma: ”Dia menangis. Dia minta kepada kami agar si anak diberi keringanan hukuman. Karena, menurutnya, sebenarnya si anak baik, tidak jahat seperti itu. Dan, tentu saja dia memaafkan si anak. Dia mengatakan, ’Betapa pun, ia (MAS) tetap anak saya’.”
Kendati, polisi belum mengabulkan permintaan MAS untuk bertemu ibunya. Polisi bertanya ke MAS, mengapa ia ingin menemui ibunya? Dijawab MAS, ingin minta maaf langsung. Bukan melalui surat (sebab, ia sudah menulis surat permintaan maaf ke ibunda).
Tapi, polisi belum mengabulkan itu. Polisi cuma menyampaikan permintaan maaf tersebut kepada Mitha.
Penyebabnya: ”Kami, penyidik, khawatir pertemuan itu mungkin bakal lebih menyakitkan buat ibunda yang kini masih trauma. Biar trauma itu mereda dulu. Kelak, pasti mereka akan dipertemukan. Tapi, jangan sekarang.”
Bagi Mitha, kejadian itu pukulan jiwa sangat berat. Suami dan ibunda Mitha dibunuh MAS. Campur aduk perasaan yang sulit dibayangkan.
Pastinya, bagi Mitha, tidak ada cara lain selain memaafkan MAS. Segalanya sudah terjadi. Segalanya sudah tidak seperti dulu lagi. Tapi, sampai kapan pun MAS tetap anak Mitha.
Sungguh, tragedi memilukan. Di sana drama nyata yang menggambarkan bahwa cinta ibu terhadap anak tiada bandingannya. (*)