Tanwir Muhammadiyah: Memakmurkan dan Mencerahkan

Rabu 18-12-2024,11:03 WIB
Oleh: Biyanto*

BACA JUGA:PP (Perusahaan Pertambangan) Muhammadiyah

Presiden Soeharto pernah menempuh pendidikan di sekolah Muhammadiyah. Juga, Jenderal Besar Soedirman. Panglima besar TNI yang pertama itu adalah kader Muhammadiyah. Untuk itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa di dalam diri TNI telah mengalir darah Muhammadiyah.

Secara istilah, ”tanwir” berarti bercahaya, menerangi, mencerahkan, atau yang tercerahkan. Di kalangan aktivis Muhammadiyah sangat familier dengan kata pencerahan, di samping istilah maju, modern, dan berkemajuan. 

Merujuk data Pusdatlitbang Suara Muhammadiyah, tanwir mulai digunakan di Muhammadiyah pada November 1932. Kata itu, sebagai suatu kegiatan permusyawaratan, diresmikan dalam Muktamar Ke-24 Muhammadiyah di Banjarmasin pada 1935.

BACA JUGA:Holding Muhammadiyah, Waralaba Nahdlatul Ulama (NU)

BACA JUGA:Penarikan Dana Muhammadiyah

Terma tanwir baru tercatat dalam dokumen resmi Persyarikatan sebagai bentuk permusyawaratan tertinggi dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Tahun 1959. Dalam Bab VI pasal 16 dikatakan: ”Tanwir ialah permusyawaratan tertinggi dalam Persyarikatan pada waktu tidak ada muktamar”. 

Dalam Pasal 24 ayat 1 Anggaran Dasar Muhammadiyah edisi mutakhir secara eksplisit dijelaskan, tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di bawah muktamar, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab pimpinan pusat.

Sebagai permusyawaratan tertinggi di bawah muktamar, tanwir di Kupang, NTT, terasa sangat bermakna. Hampir semua pengisi acara adalah anak-anak berkategori ”krismuha” alias Kristen Muhammadiyah. 

BACA JUGA:Pola Relasi Baru NU-Muhammadiyah

BACA JUGA:Post Muhammadiyah Buya Syafii

Mereka belajar di sekolah atau kampus Muhammadiyah di Kupang. Melalui lembaga pendidikan mulai level pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar dan menengah, hingga pendidikan tinggi, Muhammadiyah benar-benar mencerdaskan dan mencerahkan untuk semua.

Tidak ada sedikit pun niat Muhammadiyah untuk mengislamkan, apalagi memuhammadiyahkan peserta didiknya. Bagi Muhammadiyah, soal agama merupakan pilihan yang sangat asasi bagi setiap orang. 

Jika ada alumni lembaga pendidikan Muhammadiyah menjadi muslim dan aktivis Muhammadiyah, hal itu merupakan berkah yang luar biasa. 

Jangan heran jika banyak alumnus lembaga pendidikan Muhammadiyah di NTT dan kawasan Indonesia Timur yang menjadi pendeta, pastur, dan biarawati.

Dalam tanwir itu, apresiasi yang tinggi diberikan pada tim paduan suara dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kupang. Mereka rata-rata adalah para penyanyi di gereja. 

Kategori :