Tuhan punya banyak cara untuk memakai umat-Nya mengabarkan Injil. Cara yang tidak pernah kita bayangkan. Salah satunya yang dialami oleh Agustinus Tri Budi Utomo atau yang akrab disapa Romo Didik.
BANYAK kisah di Alkitab yang menceritakan tokoh yang awalnya tidak beriman tetapi lantas berubah. Bahkan, mereka menjadi tokoh penting dalam penyebaran agama Kristen. Tengok saja kisah Paulus dari Tarsus. Sebelumnya ia sangat membenci pengikut Yesus.
Namun, saat pertemuannya dengan Yesus di jalan menuju Damaskus, sekarang ibu kota Suriah, Paulus orang Tarsus itu berubah jadi pengikut Kristus. Bahkan, ada 11 kitab yang ditulis oleh Paulus dalam Alkitab yang dibaca umat Kristiani saat ini.
Kondisi yang sama juga dialami oleh Romo Didik. Sejak kepindahannya ke Katolik dan menempuh pendidikan di SMA Katolik Sint Louis Madiun, ia memutuskan untuk tidak memeluk agama apa pun. Ia benci dengan agama. Tanpa terkecuali.
BACA JUGA:Gereja Katedral Keuskupan Kupang Diresmikan Presiden, Siap Sambut Natal
Kalau itu Romo Didik menggeluti Kejawen. Setidaknya selama tiga tahun: 1983-1986. Sampai akhirnya Tuhan mengirimkan orang untuk mengubah hidup alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana Malang itu.
“Saat SMA, saya punya teman namanya Antonius Kasmanto. Ia orangnya taat ibadah. Ia juga sempat menjabat ketua OSIS. Ia teman sekelas saya,” kata Romo Didik saat ditemui Harian Disway di Katedral Surabaya, Kamis 19 Desember 2024.
BERPOSE di sebuaah guua dalampetualangan ketika menjadi siswa seminari.-Dokumen Pribadi-
Antonius mengetahui bahwa temannya itu tidak pernah beribadah. Karena itu, ia pun mencoba mengajak Romo Didik beribadah setiap hari minggu. Juga aktif dalam persekutuan doa setiap hari.
“Saya dulu itu tidak ada kepikiran sama sekali untuk mau seminari. Wong ke gereja saja, teman saya (Antonius, Red) kesulitan untuk mengajak saya,” ungkap mantan pastor mahasiswa Katolik Keuskupan Surabaya itu.
Nah, Romo Didik suka naik gunung. Suatu saat, Romo Didik, Antonius, dan beberapa temannya yang lain mendaki gunung Lawu. “Antonius ini neneknya tinggal di Tawangmangu. Sehingga, ia merasa sangat menguasai jalur pendakian gunung Lawu,” ucapnya.
Saat mendaki, Romo Didik dan rombongan organisasi pencinta alam di sekolahnya menggunakan jalur umum yang biasanya digunakan oleh pendaki. Mereka sampai puncak dengan selamat.
Tapi, saat turun, Romo Didik dan Antonius memilih untuk berpisah dari rombongan pendakian. Mereka mencoba menggunakan jalur lain. “Saya dibawa teman saya itu untuk turun potong kompas. Akhirnya kami berdua tersesat,” katanya lagi.
ROMO DIDIK bersama salah satu frater seangkatannya di atas perahu.-Dokumen Pribadi-