PADA 21 Desember 2024, salah satu band populer Indonesia, yakni Radja, merilis lagu berjudul Apa sih?. Sejak rilis, lagu tersebut langsung menuai kontroversi publik. Komponen lirik pada bagian reff dinilai merupakan hasil menjiplak dari lagu APT milik Bruno Mars dan Rose. Alhasil, lagu tersebut mendapatkan penolakan (cancel) dari banyak netizen.
Beberapa netizen yang menolak lagu tersebut beranggapan bahwa munculnya lagu baru dari band Radja itu tidak mencerminkan kreativitas dalam bermusik. Mereka juga membandingkannya dengan kualitas lagu-lagu band Radja sebelumnya yang menurut hemat mereka lebih ”enak” dan menjual.
Salah satu komentar di platform YouTube tentang lagu Apa sih? itu dilontarkan akun bernama @Crprooo. Ia mengatakan bahwa lagu tersebut membuat band Radja turun kelas dan tidak ada unsur kreativitas karena meniru konsep lagu APT.
BACA JUGA:Gus Miftah dan Fenomena Cancel Culture
Selain itu, lagu Apa sih? yang diciptakan Moldy, personel band Radja, juga sempat di-takedown di platform pemutar musik Spotify meski sekarang sudah kembali muncul.
PLAGIASI LAGU DALAM PERSPEKTIF HUKUM HAK CIPTA
Istilah plagiat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merupakan pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri.
Di Indonesia, perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, salah satunya karya musik, telah diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta (UUHC).
BACA JUGA:Fenomena Cancel Culture: Dampak, Kontroversi, dan Relevansinya di Era Digital
Berdasar Pasal 40 ayat 1 UUHC, lagu/musik dengan atau tanpa teks merupakan karya cipta yang mendapat perlindungan. Plagiasi terhadap lagu dapat menjadi suatu pelanggaran hak cipta yang tentu saja juga melanggar hukum.
Namun, meski sudah ada undang-undang yang mengatur, indikator sebuah lagu dikatakan plagiat terhadap lagu lain juga masih perlu pendalaman lebih lanjut.
Moldy sendiri sebagai penulis lagu Apa sih? terang-terangan mengaku bahwa ia terinspirasi lagu APT. ”Kalau di musik, gue bilang, kita dapat influence dan inspirasi, ya boleh-boleh aja. Yang penting, kita tidak mengambil hak orang lain,” tutur Moldy yang dikutip dari Kompas.com.
BACA JUGA:Dipastikan Main di Sad Tropics, Kim Seon-ho Menang Melawan Cancel Culture
Jadi, kita berkreasi sendiri, dapat inspirasi boleh lah ya, diolah dengan gaya kita,” tambah Moldy.
Karena masih berada pada arena perdebatan, masyarakat perlu mencari pedoman untuk mendeteksi plagiarisme pada sebuah lagu. Dalam hukum internasional, seperti dijelaskan Ahmad Dhani pada salah satu podcast, sebuah lagu dikatakan plagiat ketika memiliki kesamaan dengan lagu lain sebanyak 8 bar atau lebih.