HARIAN DISWAY - Investigasi jatuhnya pesawat Jeju Air 737-800 nomor JJA 2216 yang merenggut 179 nyawa, 29 Desember 2024, kian membingungkan. Kotak hitam pesawat itu ternyata tidak merekam momen-momen kecelakaan tersebut.
Hal itu diungkapkan Kementerian Transportasi Korea Selatan, Sabtu, 11 Januari 2025. Kotak hitam (black box) itu secara misterius berhenti merekam. Momentumnya persis empat menit sebelum benturan dahsyat di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan.
Kotak hitam pesawat terdiri atas dua peranti utama. Yakni, perekam data penerbangan (flight data recorder/FDR) dan perekam suara kokpit (cockpit voice recorder/CVR). Dari data itu bisa dianalisis apa yang terjadi pada pesawat sebelum celaka. Juga apa yang diperbincangkan pilot menjelang tabrakan.
Bangkai pesawat Jeju Air JJA 2216 diangkut menggunakan crane dari areal landasan Bandara Internasional Muan, 4 Januari 2025.-AFP-AFP
Anda sudah tahu, pesawat yang celaka itu membawa 181 orang. Yakni, 175 penumpang dan 6 awak. JJA2216 terbang dari Bangkok, Thailand, pukul 02.29 waktu setempat. Jadwal mendaratnya adalah pukul 09.00 waktu Korea Selatan.
Tetapi, malang tak dapat ditolak. Pesawat itu menabrak kawanan burung. Beberapa peranti penting tidak berfungsi. Misalnya, roda pendarat.
Alhasil, pesawat mendarat dengan perutnya. Ia meledak setelah menabrak localizer beton di ujung landasan.
BACA JUGA:Koki Ahn Yoosung Culinary Class Wars Beri Dukungan Untuk Keluarga Korban Jeju Air
Localizer adalah perangkat untuk membantu navigasi pesawat. Di sejumlah, bentuknya adalah perangkat antena yang gampang terjatuh. Tetapi, di Bandara Muan tersebut, localizer itu dipasang pada sebuah tembok beton.
Akibatnya, kecelakaan dahsyat terjadi. Bahkan menjadi bencana penerbangan terburuk dalam sejarah Korea Selatan. Hanya dua awak kabin yang duduk di bagian belakang pesawat yang selamat dari tragedi tersebut.
"Analisis mengungkapkan bahwa data CVR dan FDR tidak direkam selama empat menit menjelang tabrakan pesawat dengan localizer," bunyi pernyataan kementerian transportasi.
Peranti perekaman data penerbangan (FDR) yang tidak bisa merekam data-data menjelang kecelakaan.-AFP-AFP
Hilangnya data penting itu menghambat investigasi gabungan Korea Selatan-AS. Sebab, ada celah penting yang tidak bisa digali untuk memahami rangkaian peristiwa yang menyebabkan tragedi tersebut.