FDR yang rusak, yang awalnya dianggap tidak dapat dipulihkan oleh pihak berwenang Korea Selatan, dikirim ke laboratorium Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) AS untuk dianalisis. Meski begitu, data dari saat-saat terakhir penerbangan tetap hilang.
"Kami sedang menyusun penyelidikan untuk mengetahui penyebab hilangnya data itu,’’ kata pernyataan resmi kementerian tersebut. Artinya, mereka punya satu PR lagi, yakni menggali penjelasan anomali teknis tersebut.
BACA JUGA:Pendaratan Darurat Jeju Air Mulus, tapi Berujung Tragedi, Apa yang Salah?
Tanpa data itu, penyelidikan kecelakaan menjadi lebih kompleks. Para penyidik tidak hanya harus mencari penyebab kecelakaan. Tetapi, mereka juga memahami mengapa perekam tidak berfungsi.
Beberapa faktor potensial penyebab kecelakaan memang mengemuka. Misalnya, termasuk tabrakan dengan burung (bird strike), kerusakan pada roda pendaratan, dan localizer itu sendiri.
Sebelum kecelakaan, pilot telah melaporkan tabrakan burung dan membatalkan upaya pendaratan awal. Pesawat kemudian jatuh pada upaya kedua ketika roda pendaratan gagal keluar.
Bagian kotak hitam yang merekam percakapan kokpit milik pesawat Jeju Air JJA2216. Peranti itu mati sebelum kecelakaan.-AFP-AFP
Ketua tim investigasi Lee Seung-yeol mengkonfirmasi bahwa ada jejak bulu burung di salah satu mesin pesawat. Tetapi, ia juga mengatakan bahwa bird strike tidak bisa serta-merta menyebabkan kerusakan mesin.
Investigasi juga mengungkapkan bahwa pesawat tersebut pernah mengalami insiden pada 2021. Artinya, penyidikan bisa merembet pada riwayat perawatan pesawat milik Jeju Air, maskapai berbiaya rendah tersebut.
Localizer, yang dirancang untuk memberikan panduan horizontal kepada pesawat selama pendaratan, juga menjadi sorotan. Tujuannya sebenarnya untuk meningkatkan keselamatan. Tetapi, dalam kasus tersebut, localizer justru memperburuk dampak kecelakaan.
BACA JUGA:Pesan Terakhir Korban Pesawat Jeju Airlines: Mama Aku Mencintaimu
Investigasi sudah berlangsung menyeluruh. Kantor-kantor di Bandara Internasional Muan didatangi penyidik. Demikian juga badan penerbangan regional Korea Selatan. Plus kantor pusat Jeju Air di Seoul.
CEO Jeju Air, Kim E-bae, sudah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan plus pernyataan duka. Ia juga dilarang meninggalkan Korea Selatan.
Dampak secara politik juga signifikan. Partai oposisi langsung membentuk satgas khusus untuk menyelidiki kecelakaan tersebut. Menteri Transportasi Park Sang-woo pun mengajukan pengunduran diri. (*)