Pasuan Korea Utara Berseragam Rusia untuk Sembunyikan Identitas pada Perang Ukraina-Russia

Selasa 14-01-2025,14:35 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

Namun, dua negara itu meresmikan pakta pertahanan penting pada November 2024. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa mereka sepakat untuk mewajibkan bantuan yang bersifat timbal balik dalam sebuah agresi.


WAJAH PRAJURIT Korea Utara yang ditahan oleh pasukan Ukraina. Prajurit tersebut diberi identitas Rusia.-V_ZELENKIY_OFFICIAL VIA AFP-

Soal kemungkinan keterlibatan pasukan asing terlibat dalam perang Ukraina-Rusia, Vladimir Putin tidak menyangkal. Tetapi, ia mengalihkan pertanyaan itu menjadi kritik pada dukungan Barat terhadap Ukraina.

Rusia, meskipun memiliki pasukan yang jauh lebih besar, mengalami kekurangan tenaga kerja. Ia ingin merebut kembali wilayah di Kursk sekaligus maju ke arah teritori Ukraina.

Sebagai imbalan atas pasukan Korea Utara, Barat khawatir Rusia menawarkan dukungan teknologi yang dapat memajukan program senjata nuklir Pyongyang.

Pada Senin, 13 Januari 2024, Kremlin sekali lagi menolak berkomentar. Terutama untuk menanggapi pernyataan Kyiv yang mengaku menangkap pasukan Korea Utara di Kursk.

"Kami tidak tahu apa yang benar di sana," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.


BANGUNAN RUSAK di kawasan Donetsk, 10 Januari 2025, karena serangan tentara Ukraina.-AGENCE FRANCE-PRESSE-

Presiden AS Joe Biden, yang merupakan pendukung militer dan politik Ukraina yang paling penting, menggambarkan pengerahan Korea Utara sebagai hal yang sangat berbahaya.

Biden juga telah mencabut pembatasan penggunaan senjata jarak jauh Barat oleh Ukraina di wilayah Rusia atas keputusan Kremlin.

Tiongkok, yang bersekutu erat dengan Rusia dan Korea Utara, memilih jalan tengah. Negeri Panda itu menyerukan penyelesaian damai. Tetapi, Tiongkok tetap sambil menawarkan dukungan ekonomi kepada Rusia seperti sejak awal perang.

Kepala NATO Mark Rutte tahun lalu memperingatkan bahwa Rusia memberikan dukungan kepada program rudal dan nuklir Korea Utara sebagai imbalan atas pengiriman pasukan Pyongyang.

"Perkembangan ini dapat mengganggu stabilitas Semenanjung Korea dan bahkan mengancam Amerika Serikat," katanya bulan lalu. (*)

 

Kategori :