Bahagia memang butuh diperjuangkan. Ia bisa datang setelah berbagai penolakan, perjuangan, serta kejenuhan. Bahagia saya akhirnya tertambat di sebuah negeri yang menurut World Happiness Index menjadi negara yang terbahagia selama delapan tahun berturut-turut.
”Dear Mushonnifun, we would like to invite you to the next stage of selection process: the interview”.
Siang itu, 19 Agustus 2023, sebuah headline email masuk di notifikasi telepon genggam saya. Kali ini bukan ucapan ”thank you” tapi ”interview invitation” dari Lund University.
Alhamdulillah, akhirnya, setelah tiga tahun menunggu, inilah yang pertama di vacancy PhD. Dua hari setelah itu, saya menjalani interview pertama. Rasa-rasanya saya optimistis diterima. Mengingat saya mempersiapkannya sebaik mungkin.
Menjalani interview online dari Hanken School of Economics, Finlandia.--Mushonnifun Faiz S
BACA JUGA:Cerita Diaspora dari Mohammad Rozi (1): Gurihnya Merintis Jualan Tempe di Inggris
Bahkan saat itu saya mengontak salah seorang mahasiswa PhD dari calon supervisor. Kebetulan dia orang Malaysia dan saya sempat bertemu di salah satu mata kuliahnya saat kuliah S2 sebagai teaching assistant.
Awal September 2023, notifikasi email masuk. Ternyata ucapan template “thank you” saya terima kembali. Saya gagal!
Tapi, kegagalan buat saya seolah pembuka peluang yang lain. Selepas kegagalan tersebut, ada interview invitation lagi dari Lund University. Kali ini berasal dari salah satu dosen saat saya S2 dulu, membuka PhD vacancy. Hasilnya? Saya gagal lagi. Saya ingat betul. Itu akhir September 2023. Mungkin kegagalan juga harus sempurna.
Pada Desember 2023 saya mendapat email kembali untuk menjalani interview PhD. Kali ini dari dua universitas: Chalmers University of Technology di Swedia, yang memiliki Industrial PhD project dengan Volvo, salah satu perusahaan otomotif terbesar di sana, dan Lapperanta-Lahti University of Technology di Finlandia.
Saya menjalani interview dua kali. Desember 2023 dan Januari 2024. Hasilnya? Lagi-lagi ucapan terima kasih dan maaf. Pada akhir 2023, saya menerima pil pahit! Beasiswa LPDP saya dinyatakan hangus karena gagal mendapatkan LoA. Mencoba meminta perpanjangan, tapi itu tak memungkinkan.
BACA JUGA:Cerita Diaspora oleh Mohammad Rozi (4): Bertahan Demi Pendidikan Anak
Akhir Januari 2024, datang lagi email interview. Kali ini dari Finlandia: Hanken School of Economics. Langsung dari seseorang yang saya ingat pada waktu itu pernah saya dekati untuk menjadi pembimbing S3.
Interview kelima dalam enam bulan terakhir yang semuanya adalah PhD berbasis vacancy. Salah satu kelebihan PhD berbasis vacancy tentu saja offer salary yang cukup tinggi karena mengikuti standar gaji PhD. Penerima direkrut layaknya staf di universitas yang punya beberapa skema PhD di beberapa negara sehingga seperti bekerja di universitas tersebut.
Selepas menjalani interview kelima itu, saya tak lagi mengirim aplikasi S3. Mungkin berhenti sejenak, sembari berfokus pada pekerjaan sebagai dosen. Tapi, beberapa minggu setelah itu, tiba-tiba ganti istri yang mendapatkan tawaran pekerjaan di Surabaya.
Setelah hampir 2,5 tahun istri saya fokus mengurus anak hingga harus resign dari pekerjaannya pada 2021, dia akhirnya mendapatkan pekerjaan impiannya. Bekerja di sebuah NGO Internasional bidang kesehatan. sebagai Koordinator Distrik Surabaya.