Donald Trump versus Xi Jin Ping Babak Kedua: El Clasico yang Berdampak ke Perekonomian Global

Sabtu 25-01-2025,17:59 WIB
Oleh: Sukarijanto*

Hal itu terjadi karena Tiongkok dan AS yang mempunyai volume dan nilai perdagangan terbesar mampu menjadikan keduanya sebagai barometer perdagangan internasional. 

Maka, ketika AS mengalami defisit neraca perdagangan, terutama terhadap Tiongkok, AS yang kini di bawah komando Donald Trump akan memberlakukan kebijakan proteksionis dengan menerapkan kenaikan tarif terhadap barang-barang dari Tiongkok. 

Sebaliknya, Tiongkok pun merespons dengan balasan setimpal. 

Hal itu memicu terjadinya perang dagang antar keduanya. Jika terus berlanjut, itu akan memberikan tekanan berat pada perekonomian global, termasuk perekonomian ASEAN. 

Pertumbuhan ekonomi global yang terus mengalami perlambatan yang menurun memungkinkan terjadinya resesi. 

Perekonomian ASEAN pun bakal mengalami perlambatan dan akan melemah lebih lanjut dengan perlambatan global. 

Perang dagang berbahaya bagi negara dan ekonomi global karena menciptakan inefisiensi, pengalihan perdagangan, misalokasi sumber daya, merugikan perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi global dan stabilitas, serta tersendatnya rantai pasok global yang berimplikasi terkereknya ongkos logitik global.

BAGI PASAR INDONESIA, BERKAH ATAU MUSIBAH?

Sebetulnya, dampak perang dagang AS-Tiongkok tidak terbatas pada kedua negara tersebut, tetapi juga memengaruhi ekonomi dunia secara keseluruhan. 

Ada konsekuensi terburuk akibat dampak perang ekonomi kedua negara raksasa ekonomi itu. 

Pertama, perang dagang menciptakan ketidakpastian di pasar global serta mengganggu rencana bisnis dan investasi. Itu dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan. 

Kedua, banyak korporasi di seluruh dunia yang memiliki rantai pasokan yang melibatkan Tiongkok. Konflik itu telah mengganggu rantai pasokan global, mengakibatkan kelangkaan komponen penting dan peningkatan biaya produksi. 

Ketiga, jika perang dagang terus berlanjut atau bahkan memburuk, ada potensi untuk menggerus pertumbuhan ekonomi global dan bahkan menyebabkan resesi. 

Keempat, perang dagang AS-Tiongkok juga telah meningkatkan ketegangan geopolitik di sepanjang jalur perdagangan yang kedua negara seteru tersebut juga memberi tekanan politik dan ekonomi sejumlah negara mitra strategis masing-masing.

Kilas balik, bagi pasar Indonesia, transaksi dagang dengan AS di era Joe Biden, tercatat meraih hasil positif. Biro Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2024 menunjukkan bahwa kinerja perdagangan Indonesia cukup mengagumkan dengan mengalami surplus selama 50 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Surplus yang terbentuk pada Mei 2024 itu terutama berasal dari neraca perdagangan Indonesia yang disokong oleh surplus perdagangan dengan AS, tercatat mencapai USD 1,21 miliar dan diikuti negara sekutu AS, yakni Jepang, dengan surplus mencapai USD 0,74 miliar. 

Kategori :