Di samping itu, Dr. Pratama mengungkap kemungkinan yang lebih serius namun jarang terjadi, yaitu adanya manipulasi atau penyalahgunaan sistem akibat peretasan.
“Meskipun sistem keamanan Google sangat canggih, bukan tidak mungkin terjadi upaya peretasan atau penyusupan oleh aktor jahat yang berusaha mengacaukan informasi finansial,” ujar Dr. Pratama.
Dalam skenario ekstrem, manipulasi data kurs ini bisa digunakan sebagai bagian dari strategi spekulasi atau disinformasi untuk mengacaukan pasar.
Maka, untuk memastikan informasi nilai tukar yang benar, disarankan agar pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi.
BACA JUGA:Demi Keamanan Siber APAC, Google.org Kucurkan USD 15 Juta untuk 300 Ribu Bisnis Kecil dan Masyarakat
Bisa juga mengecek kurs rupiah dari sumber resmi seperti Bank Indonesia, lembaga keuangan besar, atau layanan keuangan terpercaya seperti Bloomberg, Reuters, dan OANDA yang akan memberikan gambaran yang lebih akurat dan dapat diandalkan.
“Di tengah ketidakpastian digital, kehati-hatian dalam memverifikasi informasi adalah langkah penting dalam pengambilan keputusan finansial yang lebih baik,” tutup Dr. Pratama(*)
(*) Mahasiswa magang dari Universitas Airlangga