Masih tentang Toa

Selasa 11-03-2025,04:33 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

Namun, lebih banyak yang memilih diam. Tidak mau melakukan protes. Sebab, takut dianggap menyinggung bagian dari instrumen ibadah orang lain. Ada juga yang kemudian membuat framing bahwa pemrotes adalah temannya setan karena setan tak suka suara azan dan bacaan Al-Qur’an.

Karena itu, yang diperlukan adalah kesadaran dari para pengelola masjid untuk menggunakan toa secara bijak. Dengan mempertimbangkan masyarakat di sekitarnya. Jangan sampai, sesuatu yang diniatkan sebagai ibadah dan syiar itu berubah menjadi sebuah serapah.

Islam mengajarkan keseimbangan. Dalam Islam dikenal prinsip wasathiyah atau moderasi. Penggunaan toa yang berlebihan dengan volume yang terlalu keras dan berlebihan bisa mengganggu ketenangan masyarakat. Misalnya, orang lanjut usia, anak-anak, orang sakit, atau mereka yang memiliki keperluan mendesak. 

Agar sesuai dengan prinsip Islam yang rahmah, ada beberapa panduan dalam menggunakan pengeras suara masjid. Pertama, tidak berlebihan. 

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S. Luqman: 19)

Hadis Nabi Muhammad SAW juga menyebutkan bahwa Islam menganjurkan ketenangan dan tidak mengganggu orang lain dalam beribadah. Oleh karena itu, volume pengeras suara perlu disesuaikan agar cukup terdengar tanpa mengganggu orang di luar lingkungan masjid.

Kedua, memprioritaskan pengeras suara dalam dan luar secara bijak. Pengeras suara luar sebaiknya hanya digunakan untuk azan dan pengumuman penting. Sementara itu, pengeras suara dalam lebih baik digunakan untuk pengajian, ceramah, dan salat berjamaah agar suara tidak terlalu menyebar ke luar.

Ketiga, menghormati waktu istirahat. Misalnya, menghindari penggunaan toa di luar masjid pada jam-jam istirahat, terutama setelah salat Isya hingga subuh di bulan puasa atau Isya sampai waktu sahur di bulan Ramadan. Itu pun perlu tetap memberikan kesempatan mereka yang tidak berpuasa untuk bisa lelap beristirahat.

Yang pasti, Islam mengajarkan agar ibadah tidak hanya berdampak baik bagi individu, tetapi juga bagi lingkungan. Jika penggunaan pengeras suara dilakukan dengan bijak, masjid akan tetap menjadi pusat spiritual yang nyaman bagi jamaah sekaligus tetap menghormati masyarakat sekitar.

Dengan memperhatikan prinsip moderasi, menghormati hak orang lain, serta mengikuti aturan yang ada, masjid dapat tetap menjalankan fungsinya sebagai tempat ibadah dan pusat dakwah tanpa menimbulkan gangguan. Itulah bentuk nyata dari Islam sebagai rahmatan lil ’alamin –agama yang membawa kedamaian dan manfaat bagi semua.

Saatnya menjaga keindahan suara azan seperti di Islamic Art Biennale. Caranya, menggunakan toa masjid secara bijak. Dengan demikian, masjid akan menjadi tempat budaya Islam yang mengedepankan simpati dan empati. (*)

 

Kategori :