ADA seri 18 alat pengeras suara yang mengumandangkan rekaman azan dari seluruh dunia. Rangkaian toa itu ditata berjajar memanjang dalam sebuah ruangan instalasi tersendiri. Hanya dari rangkaian toa, tersaji sebuah imajinasi karya seni yang indah dan syahdu.
Meski sama-sama melantunkan azan, toa dalam ruangan itu tak memekakkan telinga. Mereka justru melahirkan suara yang bisa menyeret pendengarnya dalam imajinasi di berbagai bagian dunia yang menjadi sumber dari suara rekaman azan tersebut. Suara itu mensyahdukan. Bukan menghebohkan.
Jajaran toa yang menjadi meterial seni instalasi itu dipamerkan di Islamic Art Bienale yang berlangsung di Terminal Haji Barat, Jeddah, Arab Saudi, 2023. Hari-hari ini juga sedang berlangsung pameran yang sama. Sejak 25 Januari sampai dengan 25 Juni 2025.
BACA JUGA:Islam Toa
BACA JUGA:Wayang Toa
Dalam pameran yang berlangsung tiga tahun lalu, saya sempat mengunjunginya. Kali pertama menyaksikan bagaimana negeri yang sedang berubah itu menggelar kegiatan seni. Saat itu saya bersama istri dan anak yang sedang belajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Terminal yang menjadi pusat kedatangan dan kepulangan jamaah haji itu diubah menjadi ruang seni spektakuler seluas 70 ribu meter persegi. Ada area pameran indoor dan outdoor. Juga, ada sejumlah fasilitas pendukung seperti restoran dan kafe yang nyaman.
Pameran yang berhasil mendatangkan pengunjung puluhan ribu orang itu mengambil tema Awwal Bait alias Rumah Pertama. Pameran tersebut juga menampilkan artefak dan dokumen yang terkait dengan Ka’bah sebagai pusat ibadah umat Islam.
Pada saat itu, 60 seniman dari seluruh dunia ikut menampilkan karya. Mereka menyuguhkan 280 karya seni, termasuk 40 karya komisi baru yang dibuat khusus untuk acara itu. Pameran terdiri atas dua bagian utama: Seni kontemporer dan artefak sejarah.
Untuk seni kontemporer, ditampilkan karya seniman dari berbagai negara dengan instalasi modern. Mereka menyajikan karya yang menginterpretasikan spiritualitas Islam seperti cahaya, bayangan, ritual wudu, dan doa serta suara azan.
Seni instalasi suara azan menggunakan material atau media toa. Material itu digabung dengan penyajian suara azan yang sudah didesain sedemikian rupa dengan sumber suara azan dari berbagai penjuru dunia. Percampuran visual dan audio yang melahirkan presentasi karya indah.
Karya berjudul Cosmic Breath merupakan karya Joseph Namy. Seniman asal Michigan, Amerika Serikat (AS). Islamic Art Biennale diselenggarakan Diriyah Biennale Foundation, lembaga seni di Arab Saudi yang bertujuan mempromosikan seni dan budaya Islam di kancah global.
Toa –jenis pengeras suara untuk outdoor– memang identik dengan azan di dalam komunitas Islam. Ia menjadi alat penyambung suara penggilan kepada umat untuk salat berjamaah di masjid. Atau, sekadar penjadi penanda datangnya waktu salat. Terutama untuk salat wajib lima waktu.
Hanya, di beberapa daerah, toa masjid memiliki fungsi tambahan. Terkadang menjadi alat untuk mengumumkan adanya seseorang yang meninggal dunia. Di luar azan untuk panggilan salat, juga dipakai untuk tadarus Al-Qur’an dan kegiatan ibadah lainnya.
Karena masih banyak masjid yang berlebihan dalam penggunaan toa, terkadang mengurangi keindahan dan kesakralan toa sebagai alat pemanggil salat berjamaah. Malah terkadang menimbulkan protes masyarakat di sekitarnya karena dianggap menimbulkan polusi suara.