BACA JUGA:Dari Kafe Instagramable Hingga Cold Brew, Ini pilihan Kopi Favorit Gen Z di 2025
Namun, perjalanan Kopi Bantaeng tidak selalu mulus. Medan perkebunan yang sulit dijangkau menjadi tantangan tersendiri bagi para petani.
Selain itu, keterbatasan akses terhadap edukasi dan teknologi membuat sebagian besar petani masih mengandalkan metode budidaya turun-temurun.
“Kami butuh lebih banyak pelatihan agar bisa mengelola perkebunan secara lebih profesional dan berkelanjutan,” tambah Dirga.
Meskipun demikian, kesadaran akan pentingnya pertanian ramah lingkungan terus meningkat di kalangan petani Bantaeng.
BACA JUGA:Kopi atau Cokelat? Minuman Terbaik untuk Meningkatkan Mood di Hari Valentine
Salah satu keunikan Kopi Bantaeng adalah sistem penanamannya yang harmonis dengan alam.
Tanaman kopi tumbuh di celah-celah pepohonan besar yang telah ada sebelumnya tanpa perlu menebang pohon atau merusak hutan.
“Kami ingin kopi menjadi bagian dari konservasi alam, bukan malah merusaknya,” tegas Dirga.
Namun, tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah penyusutan lahan hutan di Bantaeng.
BACA JUGA:Workshop Waven Bucket Arrangement di Kopi Kalyan Ajak Peserta Temukan Ekspresi Diri
Dalam tiga dekade terakhir, tutupan hutan yang dulu mencapai 30% kini menyusut menjadi kurang dari 15%, seiring dengan peralihan lahan menjadi ladang kentang dan sayuran lain.
Para petani kopi kini berusaha mengembalikan keseimbangan ekologi dengan menjadikan kopi sebagai pilihan utama dalam pertanian berkelanjutan.
Dalam hal produksi, kopi Bantaeng terus menunjukkan tren positif. Tahun lalu, produksi mencapai 4,7 ton, dan tahun ini ditargetkan meningkat menjadi 8 ton.
BACA JUGA:Coffee Blonde, Paduan Bir dan Kopi Kintamani Kreasi Expat. Roaster dan Black Sand Brewery
Harapannya, dalam tiga tahun ke depan, Kopi Bantaeng tidak hanya menguasai pasar domestik, tetapi juga bisa menembus pasar ekspor.