RW Minta THR ke Perusahaan

Selasa 18-03-2025,16:22 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

BACA JUGA:Menaker Janji Finalisasi THR untuk Driver Ojol

Ditanya soal isi surat ”wajib minimal Rp 1 juta”, ia menjawab, itu cuma patokan. Kenyataannya, tahun lalu rata-rata perusahaan di sana memberikan THR ke RW sekitar Rp 500 ribu. 

Ditanya, mengapa minta THR?

”Kan, kita di sini konteksnya sumbangan. Kontribusi perusahaan buat wilayah. Sebagian uangnya buat kita bagiin kepada para staf RW, sebagian kita bagiin buat warga.”

Kan, RW bukan karyawan?

”Kan, perusahaan-perusahaan itu kalau kirim barang melewati wilayah kami. Itu juga kami udah saling menghargai lah. Jalanan kita susah, cuma kita udah biasa. Wajarlah kita minta kontribusi dari perusahaan. Ibaratnya, kami minta CSR setahun sekali.”

Maksudnya CSR (corporate social responsibility). Terkait anjuran pemerintah agar perusahaan-perusahaan besar memberikan dana CSR kepada masyarakat.

Begitulah kisahnya. Minta THR di mana-mana.

Para sejarawan sering menyebutkan, budaya THR sudah berakar di Indonesia. Konon katanya, dimulai dari zaman Kerajaan Mataram Islam, abad ke-16 hingga ke-18. Saat itu raja biasa memberikan hadiah kepada rakyat setiap menjelang Idulfitri. Tentu namanya bukan THR. Cuma pemberian.

Namun, belum ada buku atau riset yang mengungkap hal itu. Sejarah tersebut hanya ucapan lisan para sejarawan. Bentuknya asumsi. Supaya kelihatan ”sejarah”, dikaitkan dengan Kerajaan Mataram.

Namun, pada 1951 Perdana Menteri dari Masyumi Soekiman Wirjosandjojo menerbitkan kebijakan agar pegawai negeri diberi uang tunai menjelang hari raya Idulfitri, demi meningkatkan kesejahteraan mereka.

Waktu berlalu, kemudian kebijakan itu dituntut karyawan swasta kepada perusahaan tempat mereka bekerja. Awalnya sulit terwujud. Lama-lama karena sering diminta, perusahaan memberikannya juga. Barulah itu dinamakan THR. Entah sejak kapan itu. Belum ada literatur untuk itu.

Seiring waktu, kebijakan tersebut diperkuat dengan regulasi resmi, seperti Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, mengatur kewajiban pemberian THR pengusaha kepada pekerja. Diatur tata caranya.

Berkembang lagi, belakangan: Ormas, RW, politisi minta THR ke pengusaha. Ada pengusaha yang memberi, dan jika tidak memberi, mereka bakal direcoki, selayaknya premanisme. Pengusaha terpaksa memberikan THR kepada yang bukan karyawan.

Jangan salah, uang THR itu umumnya bukan dari kantong si pengusaha, melainkan diambilkan dari kas perusahaan. Dicantumkan sebagai biaya lain-lain. Sesungguhnya itu biaya produksi. 

Dari sisi ekonomi, itu menimbulkan high-cost economy. Sebab, semua biaya produksi bakal dibebankan ke harga jual produk barang atau jasa perusahaan tersebut. Mana mungkin tidak? Kalau tidak dibebankan ke harga jual produk, perusahaan bakal rugi. Lama-lama bangkrut. Perusahaan ditutup. PHK massal seperti Sritex.

Kategori :