Hal itu menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pejabat AS, terutama Presiden Trump, terhadap neraca perdagangan yang dianggap merugikan.
PARADOKS
Pada 2019, AS ”merelakan” kehilangan 245.000 lapangan pekerjaan dan mengalami kerugian ekonomi hingga USD 108 miliar. Kenaikan tarif cukai memicu harga barang impor menjadi mahal, terutama untuk barang elektronik dan produk otomotif yang suku cadangnya berasal dari Tiongkok.
Perang tarif yang dilancarkan AS itu dengan dalih adanya dugaan kuat terkait praktik-praktik dagang tidak sehat yang dilakukan Tiongkok. Misalnya, pencurian kekayaan hak intelektual melalui spionase ekonomi, manipulasi mata uang, dan pemaksaan alih teknologi yang dinilai telah merusak kepentingan ekonomi AS.
Pendekatan proteksionisme Presiden Donald Trump yang berciri pemberlakuan tarif bea masuk yang tinggi untuk barang impor juga pernah dilakukan Presiden AS Ke-40 Ronald Reagan (reaganomics) pada 1981, ketika melawan kekuatan ekonomi Jepang.
Data Bank Dunia 2021 melaporkan bahwa AS telah lama menjadi destinasi produk ekspor Tiongkok, yakni sekitar 17 persen dari total ekspor. Artinya, pasar AS menjadi elemen penting bagi meroketnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dengan produk-produk andalan seperti barang elektronik, mesin, dan tekstil.
Sebaliknya, secara proporsional, bagi AS, pasar Tiongkok memiliki porsi 15 persen dari total ekspor AS. Berdasar data Kementerian Perdagangan AS, selama 11 bulan sepanjang 2024, impor AS dari Kanada, Meksiko, dan Tiongkok mencapai hingga USD 1,2 triliun.
Angka itu mencakup 40 persen dari total impor AS. Bagi Kanada, AS adalah pangsa pasar 84 persen total produk ekspornya. Lalu, bagi Meksiko, 77 persen pasar AS merupakan tujuan ekspor produknya.
Pada dasarnya, dampak perang dagang AS-Tiongkok tidak terbatas pada kedua negara tersebut, tetapi juga memengaruhi ekonomi dunia secara keseluruhan.
Konsekuensi terburuk akibat dampak perang ekonomi kedua negara raksasa ekonomi itu, antara lain, pertama, perang dagang menciptakan ketidakpastian di pasar global, mengganggu rencana bisnis dan investasi. Itu dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan.
Kedua, banyak korporasi di seluruh dunia yang memiliki rantai pasok yang melibatkan Tiongkok. Konflik itu telah mengganggu rantai pasok global, mengakibatkan kelangkaan komponen penting dan peningkatan biaya produksi.
Ketiga, perang dagang yang terus berlanjut atau bahkan memburuk berpotensi menggerus pertumbuhan ekonomi global dan bahkan menggiring dunia ke jurang resesi ekonomi.
Keempat, perang dagang AS-Tiongkok juga telah meningkatkan ketegangan geopolitik di sepanjang jalur perdagangan kedua negara. Kedua negara seteru tersebut juga memberikan tekanan politik dan ekonomi kepada sejumlah negara mitra strategis masing-masing.
Secara textbook, dengan sistem kapitalismenya, AS telah lama menerapkan prinsip liberalisasi perdagangan. Memberikan keleluasaan akses individu ke sumber-sumber ekonomi ternyata justru menciptakan ketimpangan sosial dan mereduksi kedaulatan (ekonomi) nasional.
Penguasaan individu bermodal besar atas sumber-sumber daya alam (SDA) yang sangat intens dan minimnya campur tangan pemerintah terbukti memicu timbulnya ketidakseimbangan antara pertumbuhan korporasi privat dan rakyat miskin.