Apakah Anda mengatakan sejujurnya? Ataukah berbohong? Kalau jujur, risikonya menyakitkan pasangan. Kalau bohong, melanggar komitmen kejujuran hubungan asmara.
Di sisi lain, kejujuran bisa disalahgunakan oleh si jujur. Kejujuran radikal dapat dijadikan alasan untuk menyakiti atau mengkritik orang lain. Kita membuat pembenaran, bahwa kita ”hanya bersikap jujur” untuk menuduh atau merendahkan orang lain. Di sini bahayanya.
Romanoff: ”Maka, penting untuk merenungkan, apa yang ingin Anda capai saat bersikap jujur? Pikirkan dulu, apakah tujuan Anda berkata jujur adalah untuk menyakiti orang lain, memanipulasi mereka? Atau, menjadi lebih dekat, memiliki lebih banyak kepercayaan, dan membangun keintiman?”
Jika Anda pilih yang disebutkan Romanoff terakhir, itulah tujuan baik berkata dan bersikap jujur.
Terus, apa manfaat kejujuran asmara?
Romanoff: ”Menghasilkan keaslian jati diri. Menjadi diri sendiri yang autentik di depan pasangan, memungkinkan mereka untuk benar-benar mengenal Anda seutuhnya. Meskipun, wajar saja seseorang ingin menunjukkan versi terbaik dirinya di depan pasangan.”
Romanoff: ”Menyembunyikan hal-hal tentang diri Anda kepada pasangan akan merugikan Anda dan pasangan. Meskipun rahasia dapat tampak misterius dan menarik, kenyataannya adalah menjadi diri sendiri dapat membebaskan diri dari dikejar-kejar kebohongan sehingga harus menciptakan kebohongan baru.”
Teori itu bagus diadopsi oleh mereka yang dalam hubungan asmara. Ketidakjujuran menimbulkan pasangan selalu kepo. Setelah kepo, meningkat jadi penyelidikan. Jika penyelidikan gagal, pasangan bisa menghakimi secara ngawur. Akibatnya fatal.
Bukan berarti, dalam pembunuhan di Trenggalek akibat korban tidak jujur. Bukan begitu. Sebab, ketidakjujuran di kasus itu cuma atas pengakuan tersangka ke polisi. Belum terbukti secara hukum. Namun, kejujuran penting buat setiap orang.
Anekdot Jawa: ”Mangan bubur kacang ijo, wong jujur disayang bojo.” (*)