UU TNI dalam Perspektif Baru

Minggu 13-04-2025,07:33 WIB
Oleh: Hisnindarsyah*

PENAMBAHAN LEMBAGA YANG MELIBATKAN TNI

Pasal berikutnya yang mengalami revisi adalah pasal 47. Pasal 47 itu cukup memicu perdebatan dan memantik aksi demo. Ada kesalahpemahan pada pasal tersebut. Pada revisi pasal itu terdapat penambahan empat lembaga yang dapat diisi perwira aktif TNI tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas militer. 

Sebelumnya, pasal 47 mengatur bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Namun, dengan revisi tersebut, jumlah kementerian/lembaga yang dapat diisi perwira aktif TNI bertambah dari 10 menjadi 14. 

Empat lembaga tambahan tersebut adalah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). 

Penambahan itu bertujuan memperkuat sinergi antara TNI dan lembaga-lembaga tersebut dalam menghadapi berbagai tantangan keamanan dan penanggulangan bencana di Indonesia. Bukan penguatan unsur militer di institusi sipil. 

Namun, memang lembaga tersebut membutuhkan keterlibatan personel militer. 

Gejolak yang terjadi di masyarakat, salah satu penyebabnya dilatarbelakangi kesalahpahaman dalam memaknai revisi pasal itu. 

Perubahan tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa keterlibatan militer dalam sektor sipil makin meluas serta menyempitnya lapangan pekerjaan di pihak sipil karena formasi lembaga tersebut diisi militer. 

Namun, sebenarnya masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan karena pemerintah telah menegaskan bahwa perwira aktif hanya akan ditempatkan di bidang yang benar-benar membutuhkan keahlian militer. 

Kalau dicermati dengan lebih saksama, perubahan pasal 47 itu tidak menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. UU TNI masih menempatkan supremasi sipil dan tidak menghilangkan aturan penghapusan hak politik TNI.

PENGUATAN KESEJAHTERAAN PRAJURIT

Berikutnya adalah revisi pada pasal 53, yang membahas kesejahteraan prajurit, terutama dalam hal usia pensiun. Dalam revisi terbaru, usia pensiun untuk bintara dan tamtama dinaikkan dari 53 tahun menjadi 55 tahun, sementara perwira tinggi berada di usia 60 hingga 63 tahun. 

Perubahan itu dilakukan untuk mengoptimalkan pengalaman dan keahlian prajurit yang masih dapat berkontribusi dalam sistem pertahanan negara serta mengurangi lonjakan jumlah prajurit yang memasuki masa pensiun dalam waktu yang berdekatan. 

Sesunguhnya dengan adanya revisi itu, diharapkan pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan TNI bisa lebih efektif, tanpa mengorbankan regenerasi kepemimpinan di dalam tubuh militer. (*)


*) Hisnindarsyah adalah doktor manajemen strategi, magister hukum Universitas Pattimura, alumnus USM Malaysia.

 

Kategori :