Penekanan kepada warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab mengindikasikan bahwa warga negara harus memiliki tanggung jawab terhadap tercapainya tujuan negara dengan ikut berpartisipasi dalam menentukan kebijakan.
Beberapa bentuk partisipasi tersebut adalah memilih pemimpin melalui pemilu dan ikut menyumbangkan gagasan atau pemikiran dalam perumusan kebijakan.
Dalam demokrasi, perbedaan pendapat, gagasan, maupun konsep memang tidak dilarang, tetapi harus disertai sikap mau menerima dan menghargai perbedaan. Demokrasi harus dilandasi etika dan kejujuran untuk mewujudkan tujuan bersama.
Dengan demikian, jika ada perbedaan pendapat, harus dicari titik temunya, tidak dengan memaksakan kehendak. Jika ada perbedan gagasan, harus dicari mana yang lebih baik melalui dialog, tidak dengan cara saling menyalahkan.
Para pendiri negara dalam sidang BPUPKI telah memberikan contoh bagaimana berdemokrasi yang beretika. Mereka berdebat secara keras dan tajam, saling beradu konsep dan argumentasi, tetapi tetap kritis, rasional, dan objektif dalam menyikapi perbedaan pendapat.
Konsep dan gagasan mereka juga ditujukan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok, atau golongan. Kepentingan bangsa dan negara mereka letakkan di atas kepentingan pribadi maupun golongan.
Keteladanan seperti yang dicontohkan para pendiri negara dalam adu gagasan dan penyampaiannya serta bagaimana mereka menyikapi perbedaan pendapat saat ini mulai pudar dari kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Saat ini perbedaan pendapat sering dimaknai sebagai perlawanan yang harus disalahkan. Cara berpikir diagonalistik yang melihat perbedaan sebagai suatu yang kontradiksi telah membudaya di kalangan masyarakat, termasuk di kalangan elite.
Hal itu dapat menjadi benih terjadinya konflik sosial maupun politik yang bisa mengancam persatuan bangsa.
Warga negara yang tidak memahami demokrasi secara hakiki akan menjadi masalah dan dapat menghambat proses demokrasi itu sendiri, yang pada gilirannya bisa menghambat kemajauan bangsa.
Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan menjadi penting dalam mewujudkan demokrasi yang baik dengan dilandasi etika dan kejujuran.
Sebenarnya, dalam kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) juga telah ada. Namun, hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan.
PENDIDIKAN UNTUK PEMIMPIN
Hal yang tidak kalah penting dalam kemajuan bangsa adalah pemimpin mulai dari pusat sampai daerah. Dalam negara demokrasi, pemimpin dipilih dan diberi kewenangan untuk membuat kebijakan serta mengelola anggaran dan sumber daya manusia.
Seorang presiden memiliki kewenangan untuk mengelola APBN yang jumlahnya mencapai Rp 3.600 triliun untuk mendukung kebijakannya. Presiden juga memiliki kewenangan untuk mengangkat para menteri dalam rangka mewujudkan visi dan misinya.
Oleh karena itu, untuk menjadi presiden atau pemimpin daerah, dibutuhkan pribadi yang cerdas, visioner, jujur, adil, berani, serta memiliki nasionalisme yang kuat. Mereka tidak lagi memikirkan diri sendiri, keluarga, kelompok, maupun golongannya.