HARIAN DISWAY - Dalam hubungan romantis, salah satu momen krusial adalah saat mengenalkan pasangan ke keluarga. Namun, tanpa disadari, sering kali laki-laki mendapat “karpet merah” lebih dulu dibanding perempuan.
Persepsi itu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan mungkin tidak selalu berlaku secara universal.
Sebuah utas forum online membandingkan pengalaman menantu perempuan dan menantu laki-laki. Utas itu mencatat persepsi bahwa perempuan diharapkan untuk lebih berbaur ke dalam keluarga suami. Sementara laki-laki diperlakukan lebih seperti tamu.
BACA JUGA: Mengapa Memilih Sendiri daripada Terjebak Hubungan Tidak Sehat?
Pengalaman-pengalaman itu mencerminkan bagaimana peran gender diwariskan turun-temurun. Hal itu terus memengaruhi cara berpikir masyarakat. Terutama dalam menilai posisi dan ekspektasi dalam hubungan.
Fenomena itu menimbulkan pertanyaan menarik: mengapa laki-laki sering lebih mudah diterima oleh keluarga pasangan dibanding perempuan? Untuk memahami hal itu, mari kita lihat sejumlah faktor yang turut membentuk dinamika tersebut.
1. Budaya Patriarki yang Masih Mengakar
Dalam banyak budaya, termasuk Indonesia, sistem patriarki masih mempengaruhi dinamika keluarga. Peran gender tradisional dalam keluarga dapat secara signifikan mempengaruhi penerimaan anggota keluarga baru.
BACA JUGA: Mengalah Dalam Hubungan Tidak Selalu Menjadi Solusi Efektif
Dalam banyak budaya, harapan tradisional terhadap perempuan sebagai pengasuh, pengatur rumah tangga, dan pendukung emosional masih melekat kuat.
Perempuan kerap dinilai dari kemampuannya menjalankan peran-peran itu. Mulai dari mengurus rumah, membesarkan anak, hingga mendampingi suami secara emosional.
Peran gender tradisional semacam itu bukan hanya menempatkan beban lebih pada menantu perempuan. Tapi juga berisiko membatasi potensi mereka. Serta memperkuat ketimpangan peran dalam keluarga.
BACA JUGA: Mengapa Perempuan Cenderung Menghilang Perlahan setelah Menikah?
2. Standar Ganda dalam Harapan Sosial
Ekspektasi terhadap menantu perempuan sering kali lebih tinggi dibanding kepada menantu laki-laki.--Pexels
Tak bisa dimungkiri, ada standar sosial berbeda terhadap menantu laki-laki dan perempuan. Menantu perempuan sering kali dibebani harapan besar: pandai memasak, sopan, perhatian, dan bisa “ngemong” keluarga besar.
Ungkapan seperti “Perempuan harus bisa masak dulu baru boleh nikah” atau pertanyaan “Udah bisa bikin opor belum buat keluarga mertua?” jadi semacam standar tak tertulis yang melekat kuat.